Rasa
ini lebih dari rasa yang biasa
Entah
apa yang terjadi, begitu nyata
Ketika
melihat matanya,
Aku
jatuh cinta padanya.
Vivi,
yang lebih akrab dipanggil Pipi, pebasket cewek ini adalah siswi
kelas 3 SMA yang cukup terkenal di sekolah. Pasalnya, dia adalah
mantan ketua osis, dia juga pernah mendapatkan piala emas karena
mengikuti olimpiade Bahasa Inggris tingkat provinsi dan menjadi juara
I. Tak hanya itu, dia juga terkenal karena cantik. Tapi dia sedikit
aneh. Dia suka berdandan ala Lady Gaga yang super duper aneh itu.
Menurutnya, dengan berdandan ala Lady Gaga, dia akan lebih terkenal
dimana-mana.
Suatu
hari, ada pengumuman di kelasnya, bahwa akan ada guru baru yang akan
menjadi wali di kelasnya. Entah kenapa guru baru langsung diminta
untuk menjadi wali kelas.
“Anak-anakku
yang berbahagia, kalian akan mendapatkan sureprize dari sekolah.
Seseorang yang sangat tampan, dan pintar. Mari masuk, Pak Prima.”
kata Kepala Sekolah.
Pak
Prima namanya, memang sudah bapak-bapak, namun mukanya masih seperti
anak kuliahan. Pak Prima sudah berumur 29 tahun, dan sudah sepatutnya
menikah. Namun dia belum menemukan pilihan yang tepat. Dia tampan,
pintar, dan baik hati. Ketika Pak Prima masuk kelas, siswa cewek
melihatnya tanpa berkedip sedetikpun. Pasalnya, mata Pak Prima begitu
indah dan mempesona.
“Perkenalkan
diri Anda, Pak.” Kepala Sekolah mempersilahkan.
“Terimakasih,
Pak. Hay, anak-anak, nama Bapak adalah Pak Prima. Bapak akan menjadi
wali kelas kalian mulai hari ini. Senang bisa berkenalan dengan
kalian.” Pak Prima memperkenalkan diri.
Dengan
cepat Dede teriak, “Pak, masih muda begitu masa' dipanggil Bapak.
Om saja.”
Semua
anak-anak tertawa. Tak terkecuali Pipi. Dan Pipi pun ikut-ikutan
Dede, “Pak, sudah menikah belum sih? Kalau belum aku mau jadi istri
Bapak.” begitu kata Pipi, genit.
Kelas
pun jadi ramai. “Sudah-sudah, kalian ini apa-apaan sih. Jangan
ribut. Mengganggu kelas yang lain.” Kepala Sekolah menenangkan.
“Pak, saya tinggal dulu. Kalau ada apa-apa bilang pada saya.”
kata Kepala Sekolah sambil meninggalkan kelas.
“Baik,
Pak. Terimakasih.”
Pak
Prima menuju tempat duduk Pipi. Dia merasa aneh dengan gaya rambut
Pipi yang dikuncir banyak itu. Tapi Pak Prima merasa terhibur juga.
Ada muridnya yang seperti Pipi.
“Nama
kamu siapa ?” tanya Pak Prima.
Pipi
deg-degan ketika Pak Prima menanyainya. Entah apa yang terjadi. Rasa
yang tak biasa. “Pipi, Pak.” jawabnya gugup.
“Kamu
lucu. Bapak suka padamu.” kata Pak Prima sambil menggoyangkan
kunciran rambut Pipi.
Mendengar
itu, Pipi tambah deg-degan. Tak biasanya dia begitu. Biasanya setiap
ada cowok yang dekat dengannya dia tak pernah segugup ini. Siswi yang
lain pun iri pada Pipi. Karena hanya Pipi yang dipuji guru baru.
“Pak,
jangan meberikan pelajaran yang seperti itu pada kami. Belum cukup
umur.” sahut Vincent, yang ternyata menyukai Pipi.
“Dia
lucu. Benar, kan ? Ya, sudah, ayo kita mulai pelajaran.” kata Pak
Prima.
Satu
bulan mengajar, sudah banyak murid yang akrab dengannya. Termasuk
Pipi. Dia juga sudah memiliki nomor handphone Pak Prima. Beruntungnya
Pipi. Aneh, tapi disukai Pak Prima yang ganteng itu. Bahkan Pipi
pernah datang ke rumah Pak Prima untuk mengajarinya pelajaran kimia.
Karena Pipi memang lemah dalam kimia.
Suatu
ketika, Pipi hendak jalan-jalan, namun tak ada yang menemani. Dan dia
tak sengaja bertemu dengan Pak Prima.
“Pi,
mau kemana ?” tanya Pak Prima.
“Eh,
Pak Prima. Jalan-jalan saja, Pak.” jawab Pipi.
“Mau
Bapak temani ?”
“Wah, ga' usah, Pak. Bapak, kan pasti sibuk.” Pipi menolak.
“Wah, ga' usah, Pak. Bapak, kan pasti sibuk.” Pipi menolak.
“Ga'
apa-apa, Pi. Bapak juga mau jalan-jalan.”
“Ya
kalau begitu, ga' masalah, Pak.” Pipi akhirnya mau.
Mereka
pergi sebuah super market. Di sana, Pipi malah dimanjakan dengan
berbagai fasilitas. Pak Prima bahkan membelikannya baju. Mungkin Pak
Prima suka pada Pipi. Tapi Pipi belum mengetahui jika ternyata Pak
Prima memang menyukainya.
Pak
Prima mengajaknya makan. Mereka pun berbincang-bincang.
“Pi,
kamu sudah punya pacar ?” tanya Pak Prima.
“Ha,
kenapa tanya begitu, Pak ?” Pipi balik nanya.
“Yaaa,
cuma tanya saja, Pi.”
“Kalau
Bapak melihatnya ??”
“Pasti
sudah. Iya, kan ? Kamu pintar, terkenal, lucu.”
“Cewek
kayak aku yang aneh ini mana punya pacar, Pak. Lagian aku mau fokus
dulu, Pak, ke pelajaran. Tapi kadang pengen juga, sih. Gimana rasanya
punya pacar.” terang Pipi.
“Ga'
ada kesempatan buat Bapak, dong, Pi ?” Pak Prima menggoda.
“Ha
??!!” Pipi kaget. Makanannya nyemprot kemana-mana.
“Becanda,
Pi. Eh, ada kotoran di bibir kamu. Sini, Bapak bersihkan.”
Dengan
sangat lembut, Pak Prima membersihkan kotoran di bibir Pipi. Pipi
merasa aneh. Jantungnya berdegup kencang.
“Sudah,
deh.” Pak Prima tersenyum, membuat Pipi malu.
“Oh...
Terimakasih, Pak.”
“Sama-sama.”
Esok
harinya. Pipi menceritakan kejadian sore itu kepada Indah, temannya
dekatnya. Indah juga kaget.
“Begitulah,
Ndah.” jelas Pipi.
“What
!!!?? Jangan-jangan guru ganteng itu memang suka padamu, Pi.” goda
Indah.
“Mana
mungkin, Ndah. Ga' mau, ah, aku.”
“Jika
memang guru itu menyukaimu gimana?” tanya Indah.
“Kamu
jangan menggodaku terus, Ndah. Dia itu umurnya sudah tua.”
“Tapi,
kan ga' terlihat tua.”
“Ya
memang. Tapi sama saja, Ndah. Kalau aku sama dia menikah, terus dia
mati duluan, aku gimana??” Pipi ketakutan.
“IDL.
Itu derita, Lo.” ejek Indah.
“Ndah,
bantu aku.” Pipi merengek-rengek. Tiba-tiba, Vincent datang.
“Hay,
gadis-gadis.” Vincent memang selalu genit. “Nanti malam maukah
nonton bersamaku?”
“Nonton
apa, Cent ?” tanya Indah.
“Nonton
aku mandi. Ya, nonton bioskoplah.”
“Iya
judulnya apaaa !!!” Indah malah marah-marah.
“Nenek
Duyung. Ada yang mau ??” tanya Vincent.
Pipi
hanya melihat ke arah kantor guru. Kali-kali saja Pak Prima nongol.
Beberapa saat kemudian, Pak Prima nongol. Baru tiba di sekolah.
Dengan muka yang masih muda begitu, mana ada yang menolak cinta Pak
Prima.
“Ndah,
tuh, Pak Prima.” Pipi menunjukkan.
“Oh,
iya. Tapi kalau dilihat-lihat dia memang ganteng, Pi. Badannya tegap,
tinggi, dan yang pasti pintar. Kalau aku jadi kamu, aku pasti mau
jadi pacarnya kok, Pi.” terang Indah.
“Ya
sudah kamu saja sana.” Pipi memojokkan Indah.
“Kan
yang disukai kamu, Pi.”
“Tapi
masa' aku pacaran sama bapak-bapak, Ndah. Apa kata orangtuaku??”
“Dia
ga' terlihat tua kok, Pi.”
“Kalian
ngomongin apa sih ?” tanya Vincent.
“Ssssttt
!!! Urusan cewek.” kata Pipi.
Bel
masuk berbunyi, kini jam Pak Prima mengajar. Waktunya ulangan.
Ulangan dadakan yang banyak membuat murid ketakutan. Tapi Pipi biasa
saja menanggapinya. Vincent yang tergolong murid kurang pintar
berusaha mencari contekan, namun diketahui oleh Pak Prima. Dengan
nada kasar, Pak Prima memarahi Vincent. Pipi terkejut, kenapa Pak
Prima semarah itu. Akhirnya Vincent disuruh mengahadap keruangan Pak
Prima. Di sana, Vincent masih dimarahi. Pipi dan Indah mendengarkan
dari luar ruangan. Indah berbisik pada Pipi. Sambil berjongkok.
“Pi,
kenapa Pak Prima semarah itu, ya. Baru kali ini aku lihat dia marah.”
bisik Indah.
“Aku
juga, Ndah. Jangan-jangan baru ada masalah di rumahnya kali.” balas
Pipi.
“Jika
dia profesional, hendaknya dia ga' boleh membawa masalah rumah ke
pekerjaan, Pi.”
“Benar
juga. Atau mungkin dia baru dapet kali. Hehehhe....” Pipi becanda.
“Ada-ada
saja. Yok, pergi saja.” ajak Indah.
Sebelum
mereka pergi, tiba-tiba saja Pak Prima membuka pintu ruangannya.
Sontak mereka terkejut. Pak Prima yang masih marah, malah dibuat
marah lagi.
“Apa-apaan
kalian ini!” kata Pak Prima.
“Mmm...
bukan apa-apa, Pak.” jawab Indah menundukkan kepala. Pipi juga.
“Bukan
apa-apa bagaimana? Jelas-jelas kalian ini di sini. Menguping, kan !!”
kata Pak Prima lagi.
“Bukan,
Pak. Kami baru saja lewat sini.” jawab Pipi.
“Lewat
sini tapi Bapak tadi lihat kalian berjongkok seperti orang nguping.”
“Ga'
kok, Pak.” jawab Pipi sambil lari, dia takut. Disusul Indah.
Vincent juga.
Bel
pulang sekolah berbunyi. Pak Prima yang mengendarai mobil tak tahu
jika bannya bocor. Padahal perjalanan masih cukup jauh untuk mencapai
rumahnya. Tiba-tiba Pipi datang melihat Pak Prima marah-marah
sendiri. Pikirnya, Pak Prima memang sedikit aneh hari itu.
“Pak
Prima, kenapa Bapak marah-marah?” tanya Pipi.
“Mau
tahu urusan orang.” jawab Pak Prima ketus.
“Sebenarnya
Bapak kenapa, sih ? Hari ini Bapak marah-marah terus. Jika Bapak
adalah guru profesional, hendaknya masalah rumah jangan dibawa ke
sekolah, Pak. Jangan juga melampiaskan kemarahan Bapak kepada murid
!” Pipi juga malah marah.
“Kamu
itu memang sok tahu. Sudah, jika kamu mau mendapatkan nilai A,
carikan Bapak bengkel mobil yang dekat sini !” Pak Prima mengancam.
“Ga'
mau. Cari saja sendiri. Bapak , kan punya kaki, tangan, dan
kepintaran. Gunakan itu, Pak.”
“Kamu
ini !!”
“Pak,
mungkin karena ini Bapak belum juga menikah. Umur Bapak sudah 29
tahun. Sebaiknya Bapak segera menikah. Tapi, dengan mengetahui sifat
Bapak yang pemearah itu, mana ada wanita yang menyukai Bapak. Padahal
Bapak ganteng, tegap, pintar, keren tapi semua itu kalah karena sifat
Bapak. Jangan seperti anak kecil, Pak.” Pipi malah sok dewasa.
“Heh,
Pi. Kamu sendiri apa sudah memiliki pacar. Berdandan seperti itu agar
terkenal, terkenal gila Bapak percaya. Pintar, cantik, lucu, memang
kamu seperti itu, tapi keanehanmu berdandan Lady Gaga itulah yang
membuat kamu belum punya pacar. Lady Gaga KW 5.” Pak Prima juga
mengejek.
“Bapak
!! Tahu, ah, Pak. Cari sendiri bengkel mobil !” Pipi pergi dengan
wajah sedih. Tapi Pak Prima malah mengikuti Pipi. “Pi, kamu marah,
ya sama Bapak ?” tanya Pak Prima dengan lembut.
“Ga',
Pak.” jawab Pipi singkat.
“Maafkan,
Bapak, Pi. Bapak hanya......”
“Hanya
apa, Pak ? Ingin mempermalukan saya ?” tanya Pipi.
“Ga',
Pi. Bukan begitu.”
Pipi
behenti berjalan. “Pak, sebaiknya Bapak segeralah menikah. Ya...
saya bukan siapa-siapa Bapak. Saya hanya murid Bapak yang ingin
terkenal. Saya hanya menyarankan agar Bapak cepat menikah. Agar Bapak
ga' seperti kakak saya, yang sudah berumur 32 tahun belum menikah.
Dan 9 tahun sudah kakak saya diejek teman-temannya.” jelas Pipi,
lalu berjalan lagi.
Pak
Prima mengenggam tangan Pipi. “Bapak hanya ingin kamu yang jadi
sesuatu, Bapak.”
Pipi
tercengang. Apa maksud perkataan Pak Prima tadi. “Maksud Bapak ??”
“Bapak
yakin, kamu pasti terkejut. Dari awal bertemu, Bapak sudah feeling,
kamu itu sesuatu Bapak. Dan selama ini, Bapak selalu ingin dekat
denganmu. Tapi Bapak menyadari, jika kamu ga' mungkin jadi milik
Bapak, karena berbagai alasan. Umur yang terlampau jauh, restu
orangtua, dan mungkin kamu akan malu. Bapak juga ga' tahu, setiap
malam, Bapak selalu membayangkan kecerianmu, dan Bapak berfikir, kamu
itu memang kelak untuk Bapak.” Pak Prima ceramah.
“Bapak???”
Pipi masih tercengang.
“Bapak
marah-marah tadi, karena agar kamu membenci Bapak. Agar Bapak juga
tidak memikirkanmu lagi. Bapak ga' ingin membuatmu malu, jika kamu
pacaran sama Bapak. Bapak memang harus segera menikah. Tapi semua
wanita yang Bapak temui, ga' sespesial kamu. Bagaimana denganmu, Pi
?? Apa hatimu seperti Bapak ??” tanya Pak Prima.
“Pak
Prima... Dari awal ketika Bapak masuk kelas, entah kenapa hati saya
berdebar-debar. Didekati Bapak juga rasanya ga' karuan. Padahal jika
ada cowok yang dekat denganku, aku biasa saja. Sebenarnya aku takut
pada Bapak waktu Bapak berusaha perhatian padaku. Tapi, setelah aku
mengetahui semua penjelasan Bapak tadi, kurasa alasan-alasan tadi ga'
perlu dipikirkan. Ga' perlu juga Bapak menyatakannya, akan kujawab
segera. Aku juga suka pada Bapak.” jawab Pipi dengan tersenyum.
“Benar
kamu juga menyukai Bapak, Pi ??? Kamu ga' malu pacaran sama Bapak ??”
“Ga'
ada yang mebuatku malu, selagi itu nyaman denganku, Pak. Aku tahu
Bapak bukan orang yang pemarah. Dan terimakasih, Bapak telah
menyadarkan aku agar aku ga' seperti ini, Miss Lady Gaga KW 5.”
Pipi tersenyum lagi.
Dan
merekapun pacaran mulai hari itu. Belum banyak yang tahu, karena
mereka berusaha menyembunyikannya. Dan ternyata orangtua keduanya
menyetujui hubungan mereka.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar