Sisi, cewek yang satu ini gampang
banget jatuh cinta. Dia termasuk cewek yang pemalu, tapi juga kadang
narsisnya ga' ketulungan. Walaupun begitu sekalipun dia belum pernah
pacaran.
Pada suatu hari, ketika di kelasnya
kedatangan siswa baru bernama Dio, cowok cakep, tajir, dan ternyata
sangat pintar ini membius hati Sisi. Padahal sebelmunya dia menyukai
Yasa.
Ibu guru : “Anak-anak, hari ini
kalian memiliki teman baru. Silahkan perkenalkan diri.”
Dio : “Hai, nama saya Dio
Satyawardana. Panggil saja Dio. Salam kenal.”
Siswa : “Salam kenal !!!”
Sisi : “Hai Dio. Sini duduk dekat
aku.”
Siswa : “Huuuu !!!” ( menyoraki
Sisi )
Ibu guru : “Dio, kamu duduk di depan
yang bicara tadi ya. Namanya Sisi.”
Dio : “Terimakasih, bu.”
Perlahan namun pasti Dio berjalan
menuju kursi yang ditunjukkan ibu guru tadi. Dan ketika itu pula Sisi
membayangkan Dio bak Pangeran yang hendak menjemput Putri. Dan ketika
Dio memanggil Sisi, Sisipun tersadar akan lamunannya.
Dio : “Hai, Sisi.”
Sisi : “Ehh, Dio. Hay juga.” (
Tersenyum manis )
Ting tong ting tong... Tong ting ting
tooong... Bel pulang sekolah berbunyi. Anak-anak berhamburan keluar
kelas. Sengaja Sisi menunggu Dio, karena beberapa jam sebelumnya Sisi
mengajak pulang bareng, dan Dio mengiyakannya karena memang mereka
sejalur. Tapi beberapa lama ditunggunya Dio tak muncul juga.
Tiba-tiba ada ada Yasa menghampiri Sisi.
Yasa : “Si, nunggu siapa kok belum
pulang ?”
Sisi : ( Gelagapan, karena salting )
“Eh, Yasa. Ga' kok, lagi nunggu Devi.”
Yasa : “Devi bukannya sudah pulang
daritadi ?”
Sisi : “Benarkah ?? Wah, dasar dia.”
Sisi : “Benarkah ?? Wah, dasar dia.”
Yasa : “Kalau begitu pulang bareng
aku saja?”
Sisi : ( Karena masih ada perasaan
suka, tanpa ragu Sisi mau ) “Ya, boleh. Kebetulan.”
Yasa : “Ya sudah. Ayok.”
Yasa : “Ya sudah. Ayok.”
Tak berapa lama setelah itu, Dio
muncul. Tapi dicarinya Sisi tak ketemu juga, apalagi mereka belum
bertukar nomor telpon.
Tiba di rumah, ada Hani temannya
datang hendak belajar bersama. Sisi menceritakan semua apa yang
dirasakannya.
Sisi : “Jadi begitu, Han. Kenapa
sih, aku tercipta seperti ini.”
Hani : “Sebaiknya kamu harus menahan
dirimu. Menahan hatimu.”
Sisi : “Susah, Han. Kamu tahu
sendiri aku gimana kan ? Kita sudah sama-sama terus sejak SMP,
harusnya kamu tahu aku.” ( Sambil nulis ga' jelas ).
Hani : “Iya. Aku tahu kamu. Dulu
kamu pernah suka sama Didi anak klimis itu, kan ? Sekarang dia
keren lho. Mau tahu dia SMA di mana ga ?”
Sisi : “Ah, aku sudah ga' peduli
dengan Didi. Selain itu dia kan memang sombong kan ?”
Hani : “Ya ya, benar apa katamu.
Jadi sekarang kamu gimana ?”
Sisi : “Aku bingung. Sukaku ke Yasa sebenarnnya lebih besar daripada ke Dio. Sepertinya juga Yasa lebih perhatian kepadaku ketimbang Dio.”
Sisi : “Aku bingung. Sukaku ke Yasa sebenarnnya lebih besar daripada ke Dio. Sepertinya juga Yasa lebih perhatian kepadaku ketimbang Dio.”
Hani : “Jelas saja. Kamu dan Dio kan
baru kenal. Dio juga belum tahu siapa kamu kan ?”
Sisi : “Ya benar juga sih.
Tapiiii.... Bingung, Han.”
Hani : “Apa perlu bantuanku ?
Sekarang, yang paliiiiiiiing paling kamu suka siapa ?”
Sisi : “Yasa, Dio, Yasa, Dio...
Aaahhh !!”
Hani : “Kusarankan Yasa. Kamu baru
kenal dengan Dio. Belum tahu siapa Dio itu kan ?”
Sisi : “Kupikirkan dulu, ya, Han.”
Keesokan harinya di sekolah. Ternyata
Dio sudah ada di kelas ketika Sisi baru saja sampai di sekolah. Sisi
meyapa Dio yang sedang membaca komik itu.
Sisi : “Hay, Dio. Pagi sekali kamu
datang.”
Dio : “Iya. Aku kan mau menyambutmu, Si.”
Dio : “Iya. Aku kan mau menyambutmu, Si.”
Sisi : ( Melayang ) “Ah, kamu bisa
saja. Eh, baca komik ya ?”
Dio : “Iya. Kamu suka komik juga ?”
Dio : “Iya. Kamu suka komik juga ?”
Sisi : “Aku lebih suka majalah sih
sebenarnya.”
Dio : “Ya maklum saja. Kamu kan
cewek. Hehhe.”
Sisi : “Kemarin kamu lama banget.
Kemana saja sih.”
Dio : “Oh, maaf ya. Kemarin aku ke
toilet. Kebelet pipis.”
Sisi : “Kalau begitu, aku minta omor
hp-mu saja biar kalau ada apa-apa aku bisa menghubungimu.”
Dio : “Ya, boleh saja. Catet, ya.”
Tiba-tiba Yasa datang. Untung saja
Sisi sudah mencatat dengan cepat nomor hp Dio.
Yasa : “Hay, Si. Hay, Dio.”
Sisi : “Hay juga, Yas.”
Yasa : “Wach, berduaan saja. Maaf ya
mengganggu.”
Sisi : ( Cemberut, tapi memang Yasa
belum tahu perasaan Sisi ) “Ga' apa-apa kok, Yas.”
Yasa : “Kamu sudah makan belum, Si ?
Kalau belum ayok makan bareng aku.”
Sisi : “Tapi kan aku lagi sama
Dio.”
Dio : “Ga' apa-apa kok, Si. Tadi aku juga sudah makan. Sana, makan dulu, nanti pingsang lho pas pelajaran.”
Dio : “Ga' apa-apa kok, Si. Tadi aku juga sudah makan. Sana, makan dulu, nanti pingsang lho pas pelajaran.”
Sisi : “Mmm... Ya sudah, aku tinggal
ya, Dio.”
Yasa : “Pergi dulu, ya, Dio.” (
Pergi ke kantin bersama Sisi )
Dio : “Iya. Ternyata Yasa yang lebih
penting, ya ?”
Tiba di kantin, Yasa memesankan
makanan untuk Sisi. Yasa memang perhatian, tapi apakah Yasa juga
menyukai Sisi. Makanan sudah siap. Sisi pun ingin bertanya.
Sisi : “Yas ?”
Yasa : “Ya, apa, Si ?”
Sisi : “Kamu perhatian sekali ya
denganku ?”
Yasa : “Kita kan teman, Si. Harus
saling membantu.”
Sisi : “Tapi perhatianmu ke aku lebay, Yas!”
Sisi : “Tapi perhatianmu ke aku lebay, Yas!”
Yasa : ( Tercengang, kemudian tertawa
). “Hahahha... Kamu ini ada-ada saja. Makan dulu, Si. Nanti
keburu masuk.”
Merasa kesal dengan sikap Yasa, Sisi
pergi meninggalkan Yasa yang sedang asyik makan itu. Yasa bergumam
sendiri.
Yasa : “Ada apa dengannya ya ?
Kenapa dia begitu ? Sebenarnya aku merasa aneh dengan sikap
dia. Dulu dia juga lebay perhatiannya kepadaku. Tiap hari dia suka
sms aku, suka ngucapin pagi, malem ke aku. Apakah dia suka ya
denganku ?”
Bel masuk berbunyi. Anak-anak mulai
dengan pelajaran Fisika. Ya, pelajaran yang paling disukai oleh Sisi.
Ibu Ratna adalah guru Fisikanya dan yang jelas sudah hafal sekali
dengan Sisi. Karena Sisi pernah menang juara kedua lomba Fisika
tingakat provinsi.
Ibu Ratna : “Sisi, silahkan maju ke
depan.”
Sisi : ( Tampak lesu ) “Iya, Bu.”
Ibu Ratna : “Kamu kenapa, Si ? Kok
lemes begitu ? Kalau sakit ke UKS saja.”
Sisi : “Iya, bu. Sepertinya saya
sakit. Saya ijin ke UKS ya, Bu.”
Yasa : “Saya antar Sisi ya, Bu ?”
Ibu Ratna : “Iya. Sana.”
Yasa : “Saya antar Sisi ya, Bu ?”
Ibu Ratna : “Iya. Sana.”
Yasa mengantarkan Sisi ke UKS. Di sana
Yasa ingin bertanya pada Sisi kenapa sikapnya aneh seperti tadi.
Yasa : “Si.”
Sisi : “Apa, Yas ?”
Yasa : “Kenapa kamu tadi pergi
meninggalkanku di kantin ?”
Sisi : “Tiba-tiba saja aku kenyang.”
Sisi : “Tiba-tiba saja aku kenyang.”
Yasa : “Aku mau bicara sama kamu,
Si.”
Sisi : “Apa ?”
Sisi : “Apa ?”
Yasa : “Bagaimana perasaanmu ke aku
?”
Sisi : “Apa maksudmu bicara begitu ?”
Sisi : “Apa maksudmu bicara begitu ?”
Yasa : “Jawab saja. Aku sudah tahu,
tapi aku hanya memastikan saja.”
Sisi : “Huft... Sejujurnya, aku suka
denganmu, Yas. Cuma, itu dulu. Tapi terkadang aku memikirkanmu,
terkadang aku merindukanmu. Seharusnya aku ga' begini. Hatiku
mudah untuk jatuh cinta. Selama ini aku merahasiakannya padamu. Aku
tahu, aku ga' pantas untukmu. Dan banyak hal yang membuat kita
ga' bisa bersatu. Aku perhatian padamu, karena aku cinta sama
kamu. Aku hanya ga' ingin kehilanganmu. Kamu orang yang baik,
jika aku denganmu aku takut menyakitimu. Tapi kamu mungkin ga' suka
denganku.”
Yasa : “Si, kamu ga' tahu saja
perasaanku. Sebenarnya aku lebih suka kita bersahabat. Apakah
perhatianku lebay dan membuatmu gerah ?”
Sisi : “Tidak. Aku hanya … aku
hanya jatuh cinta kepadamu, Yas.” ( Memeluk Yasa dan menangis
tersedu-sedu ).
Yasa : ( Memeluk erat Sisi juga ).
“Kau tahu ? Setiap malam aku selalu memimpikanmu, aku juga
merindukanmu, tapi maaf ya, Si, aku suka padamu hanya sebatas teman.”
Sisi : ( Pelukannya lebih erat ). “Aku
tahu, aku tahu kamu akan bicara seperti ini. Tapi setidaknya
aku sudah mengatakan apa yang ada di pikiran dan hatiku.”
Yasa : “Ya. Kita bahkan ga' pernah
berpelukan sekuat ini, Si.”
Sisi : “Kalau aku sudah mengatakan
seperti ini, aku harap kamu ga' akan pergi meninggalkanku,
aku harap kita masih berteman, Yas.”
Yasa : “Kita pasti berteman
selama-lamanya. Aku ga' akan pernah meninggalkanmu. Aku akan
selalu ada buatmu, Si. Aku janji.”
Sisi : ( Melepaskan pelukannya )
“Makasih, ya, Yas. Aku sudah lega rasanya.”
Yasa tercengang melihat airmata Sisi yang telah membasahi wajahnya itu. Dihapuskannya airmata Sisi, tak sengaja matanya menatap ke arah bibir Sisi yang mungil dan merah itu akibat tangisan Sisi. Merah merona, mungil dan yang pasti indah. Dengan pelan-pelan Yasa hendak mencium untuk menghangatkan Sisi. Bibir mereka kian dekat, bahkan semakin dekat. Sisi yang tahu maksud Yasapun memejamkan matanya. Dan akhirnya merekapun berciuman.
Keesokan harinya, pas jam istirahat
Sisi dan Yasa duduk di taman .
Sisi : “Mmm, Yasa.”
Yasa : “Ya, Si ? Ada apa ?”
Sisi : “Tadi malam aku memimpikanmu
lagi.”
Yasa : “Yang benar ? Aku juga, Si.
Mmm, efek di UKS kemarin apa, ya ? Hehhe.”
Sisi : “Ah, kamu ini. Mmm, tapi
sejujurnya aku senang, Yas, di UKS kemarin. ( Malu, membalikkan
badannya membelakangi Yasa ).
Yasa : ( Membalikkan badan Sisi
menghadapkannya ke dirinya ) “Si, maaf ya, aku telah mencuri
ciuman itu. Seharusnya ciuman itu kan untuk orang yang benar-benar
kamu suka. Maafkan aku”
Sisi : “Ga' apa-apa, Yas. Kan aku
juga suka denganmu.”
Tiba-tiba Dio datang bersama dengan
Hani. Mereka mencari Sisi. Akhirnya mereka menemukan Sisi dan Yasa
berduaan. Dio merasa cemburu.
Hani : “Wach, kalian sudah jadian,
ya ?”
Dio : “Kalian jadian ya ??” (
kaget ).
Yasa : “Siapa bilang ? Ga' kok.”
Hani : “Ga' jadian ya, Si ?”
Sisi : “Enggak, kok. Sumpah deh,
Han.”
Dio : “Owhh..” ( Lega ) “Tapi
kenapa kalian berduaan di sini ?”
Sisi : “Memangnya kenapa, ga' boleh
apa ?? Noh, Devi sama Reno juga berduaan.”
Dio : “Si, aku mau ngomong sama kamu
berduaan saja, bisa ?”
Yasa : ( Tercengang )
Sisi : “Mmm, ngomong apa ?”
Dio : “Kita berdua saja.”
Dio : “Kita berdua saja.”
Sisi : “Ya sudah.”
Sisi dan Dio pergi meninggalkan Yasa
dan Hani. Dio ingin mengungkapkan perasaannya kepada Sisi.
Dio : “Kamu benar-benar ga' jadian
kan sama Yasa, Si ?”
Sisi : “Enggak, Dio. Aku ga' jadian
sama Yasa.”
Dio : “Syukur deh. Aku mau jujur
padamu, Si. Kalau sebenarnya aku suka denganmu.”
Sisi : ( Tercengang ) “Hah ??”
Dio : “Aku suka padamu, Si. Mau ga'
kamu jadi pacarku ? Aku harap sih kamu mau. Tiap malam aku
selalu merindukanmu, Si. Aku mohon terima cintaku.”
Sisi : “Kebetulan, Dio. Sejak kita
bertemu aku memang sudah suka denganmu. Tapi karena aku belum
tahu lebih dalam tentangmu, aku pendam perasaan ini. Tapi jika aku
menerimamu, aku mohon jangan sakiti aku.”
Dio : “Aku janji, Si. Aku sayang
padamu. Aku ga' mungkin menyakitimu.”
Yasa : ( Ternyata daritadi nguping )
“Kalau Sisi disakiti, kamu berhadapan denganku, Dio !!
Hahhaha !!!”
Hani : “Cieee... Akhirnya Tuhan
mengabulkan doamu, Si. Hahah.”
Sisi : “Kalian... Aku jadi malu.”
Yasa : “Kamu kan memang pemalu,
Sisi.” ( Mengelus kepala Sisi )
Dio : “Tenang, Yas. Demi apapun, aku
ga' akan menyakiti Sisi. Jadi, diterima kan Si ?”
Sisi : ( Dia masih malu, dan akhirnya
mengangguk bertanda dia mau menerima Dio ).
Semua senang, tapi ternyata hati Yasa
sedikit sakit. Tapi tertutupi oleh candaan mereka. Dan mereka
berempat pun akan bersama selamanya.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar