Gaara Transforms Into Tree Stump - Naruto

Selasa, 08 Mei 2012

# DIA PACARKU, BUKAN GURUKU #

Rasa ini lebih dari rasa yang biasa
Entah apa yang terjadi, begitu nyata
Ketika melihat matanya,
Aku jatuh cinta padanya.

Vivi, yang lebih akrab dipanggil Pipi, pebasket cewek ini adalah siswi kelas 3 SMA yang cukup terkenal di sekolah. Pasalnya, dia adalah mantan ketua osis, dia juga pernah mendapatkan piala emas karena mengikuti olimpiade Bahasa Inggris tingkat provinsi dan menjadi juara I. Tak hanya itu, dia juga terkenal karena cantik. Tapi dia sedikit aneh. Dia suka berdandan ala Lady Gaga yang super duper aneh itu. Menurutnya, dengan berdandan ala Lady Gaga, dia akan lebih terkenal dimana-mana.
Suatu hari, ada pengumuman di kelasnya, bahwa akan ada guru baru yang akan menjadi wali di kelasnya. Entah kenapa guru baru langsung diminta untuk menjadi wali kelas.

“Anak-anakku yang berbahagia, kalian akan mendapatkan sureprize dari sekolah. Seseorang yang sangat tampan, dan pintar. Mari masuk, Pak Prima.” kata Kepala Sekolah.
Pak Prima namanya, memang sudah bapak-bapak, namun mukanya masih seperti anak kuliahan. Pak Prima sudah berumur 29 tahun, dan sudah sepatutnya menikah. Namun dia belum menemukan pilihan yang tepat. Dia tampan, pintar, dan baik hati. Ketika Pak Prima masuk kelas, siswa cewek melihatnya tanpa berkedip sedetikpun. Pasalnya, mata Pak Prima begitu indah dan mempesona.

“Perkenalkan diri Anda, Pak.” Kepala Sekolah mempersilahkan.
“Terimakasih, Pak. Hay, anak-anak, nama Bapak adalah Pak Prima. Bapak akan menjadi wali kelas kalian mulai hari ini. Senang bisa berkenalan dengan kalian.” Pak Prima memperkenalkan diri.
Dengan cepat Dede teriak, “Pak, masih muda begitu masa' dipanggil Bapak. Om saja.”

Semua anak-anak tertawa. Tak terkecuali Pipi. Dan Pipi pun ikut-ikutan Dede, “Pak, sudah menikah belum sih? Kalau belum aku mau jadi istri Bapak.” begitu kata Pipi, genit.

Kelas pun jadi ramai. “Sudah-sudah, kalian ini apa-apaan sih. Jangan ribut. Mengganggu kelas yang lain.” Kepala Sekolah menenangkan. “Pak, saya tinggal dulu. Kalau ada apa-apa bilang pada saya.” kata Kepala Sekolah sambil meninggalkan kelas.
“Baik, Pak. Terimakasih.”

Pak Prima menuju tempat duduk Pipi. Dia merasa aneh dengan gaya rambut Pipi yang dikuncir banyak itu. Tapi Pak Prima merasa terhibur juga. Ada muridnya yang seperti Pipi.

“Nama kamu siapa ?” tanya Pak Prima.
Pipi deg-degan ketika Pak Prima menanyainya. Entah apa yang terjadi. Rasa yang tak biasa. “Pipi, Pak.” jawabnya gugup.
“Kamu lucu. Bapak suka padamu.” kata Pak Prima sambil menggoyangkan kunciran rambut Pipi.

Mendengar itu, Pipi tambah deg-degan. Tak biasanya dia begitu. Biasanya setiap ada cowok yang dekat dengannya dia tak pernah segugup ini. Siswi yang lain pun iri pada Pipi. Karena hanya Pipi yang dipuji guru baru.

“Pak, jangan meberikan pelajaran yang seperti itu pada kami. Belum cukup umur.” sahut Vincent, yang ternyata menyukai Pipi.
“Dia lucu. Benar, kan ? Ya, sudah, ayo kita mulai pelajaran.” kata Pak Prima.

Satu bulan mengajar, sudah banyak murid yang akrab dengannya. Termasuk Pipi. Dia juga sudah memiliki nomor handphone Pak Prima. Beruntungnya Pipi. Aneh, tapi disukai Pak Prima yang ganteng itu. Bahkan Pipi pernah datang ke rumah Pak Prima untuk mengajarinya pelajaran kimia. Karena Pipi memang lemah dalam kimia.

Suatu ketika, Pipi hendak jalan-jalan, namun tak ada yang menemani. Dan dia tak sengaja bertemu dengan Pak Prima.

“Pi, mau kemana ?” tanya Pak Prima.
“Eh, Pak Prima. Jalan-jalan saja, Pak.” jawab Pipi.
“Mau Bapak temani ?”
“Wah, ga' usah, Pak. Bapak, kan pasti sibuk.” Pipi menolak.
“Ga' apa-apa, Pi. Bapak juga mau jalan-jalan.”
“Ya kalau begitu, ga' masalah, Pak.” Pipi akhirnya mau.

Mereka pergi sebuah super market. Di sana, Pipi malah dimanjakan dengan berbagai fasilitas. Pak Prima bahkan membelikannya baju. Mungkin Pak Prima suka pada Pipi. Tapi Pipi belum mengetahui jika ternyata Pak Prima memang menyukainya.
Pak Prima mengajaknya makan. Mereka pun berbincang-bincang.

“Pi, kamu sudah punya pacar ?” tanya Pak Prima.
“Ha, kenapa tanya begitu, Pak ?” Pipi balik nanya.
“Yaaa, cuma tanya saja, Pi.”
“Kalau Bapak melihatnya ??”
“Pasti sudah. Iya, kan ? Kamu pintar, terkenal, lucu.”
“Cewek kayak aku yang aneh ini mana punya pacar, Pak. Lagian aku mau fokus dulu, Pak, ke pelajaran. Tapi kadang pengen juga, sih. Gimana rasanya punya pacar.” terang Pipi.
“Ga' ada kesempatan buat Bapak, dong, Pi ?” Pak Prima menggoda.
“Ha ??!!” Pipi kaget. Makanannya nyemprot kemana-mana.
“Becanda, Pi. Eh, ada kotoran di bibir kamu. Sini, Bapak bersihkan.”

Dengan sangat lembut, Pak Prima membersihkan kotoran di bibir Pipi. Pipi merasa aneh. Jantungnya berdegup kencang.

“Sudah, deh.” Pak Prima tersenyum, membuat Pipi malu.
“Oh... Terimakasih, Pak.”
“Sama-sama.”

Esok harinya. Pipi menceritakan kejadian sore itu kepada Indah, temannya dekatnya. Indah juga kaget.

“Begitulah, Ndah.” jelas Pipi.
“What !!!?? Jangan-jangan guru ganteng itu memang suka padamu, Pi.” goda Indah.
“Mana mungkin, Ndah. Ga' mau, ah, aku.”
“Jika memang guru itu menyukaimu gimana?” tanya Indah.
“Kamu jangan menggodaku terus, Ndah. Dia itu umurnya sudah tua.”
“Tapi, kan ga' terlihat tua.”
“Ya memang. Tapi sama saja, Ndah. Kalau aku sama dia menikah, terus dia mati duluan, aku gimana??” Pipi ketakutan.
“IDL. Itu derita, Lo.” ejek Indah.
“Ndah, bantu aku.” Pipi merengek-rengek. Tiba-tiba, Vincent datang.
“Hay, gadis-gadis.” Vincent memang selalu genit. “Nanti malam maukah nonton bersamaku?”
“Nonton apa, Cent ?” tanya Indah.
“Nonton aku mandi. Ya, nonton bioskoplah.”
“Iya judulnya apaaa !!!” Indah malah marah-marah.
“Nenek Duyung. Ada yang mau ??” tanya Vincent.

Pipi hanya melihat ke arah kantor guru. Kali-kali saja Pak Prima nongol. Beberapa saat kemudian, Pak Prima nongol. Baru tiba di sekolah. Dengan muka yang masih muda begitu, mana ada yang menolak cinta Pak Prima.

“Ndah, tuh, Pak Prima.” Pipi menunjukkan.
“Oh, iya. Tapi kalau dilihat-lihat dia memang ganteng, Pi. Badannya tegap, tinggi, dan yang pasti pintar. Kalau aku jadi kamu, aku pasti mau jadi pacarnya kok, Pi.” terang Indah.
“Ya sudah kamu saja sana.” Pipi memojokkan Indah.
“Kan yang disukai kamu, Pi.”
“Tapi masa' aku pacaran sama bapak-bapak, Ndah. Apa kata orangtuaku??”
“Dia ga' terlihat tua kok, Pi.”
“Kalian ngomongin apa sih ?” tanya Vincent.
“Ssssttt !!! Urusan cewek.” kata Pipi.

Bel masuk berbunyi, kini jam Pak Prima mengajar. Waktunya ulangan. Ulangan dadakan yang banyak membuat murid ketakutan. Tapi Pipi biasa saja menanggapinya. Vincent yang tergolong murid kurang pintar berusaha mencari contekan, namun diketahui oleh Pak Prima. Dengan nada kasar, Pak Prima memarahi Vincent. Pipi terkejut, kenapa Pak Prima semarah itu. Akhirnya Vincent disuruh mengahadap keruangan Pak Prima. Di sana, Vincent masih dimarahi. Pipi dan Indah mendengarkan dari luar ruangan. Indah berbisik pada Pipi. Sambil berjongkok.

“Pi, kenapa Pak Prima semarah itu, ya. Baru kali ini aku lihat dia marah.” bisik Indah.
“Aku juga, Ndah. Jangan-jangan baru ada masalah di rumahnya kali.” balas Pipi.
“Jika dia profesional, hendaknya dia ga' boleh membawa masalah rumah ke pekerjaan, Pi.”
“Benar juga. Atau mungkin dia baru dapet kali. Hehehhe....” Pipi becanda.
“Ada-ada saja. Yok, pergi saja.” ajak Indah.

Sebelum mereka pergi, tiba-tiba saja Pak Prima membuka pintu ruangannya. Sontak mereka terkejut. Pak Prima yang masih marah, malah dibuat marah lagi.

“Apa-apaan kalian ini!” kata Pak Prima.
“Mmm... bukan apa-apa, Pak.” jawab Indah menundukkan kepala. Pipi juga.
“Bukan apa-apa bagaimana? Jelas-jelas kalian ini di sini. Menguping, kan !!” kata Pak Prima lagi.
“Bukan, Pak. Kami baru saja lewat sini.” jawab Pipi.
“Lewat sini tapi Bapak tadi lihat kalian berjongkok seperti orang nguping.”
“Ga' kok, Pak.” jawab Pipi sambil lari, dia takut. Disusul Indah. Vincent juga.

Bel pulang sekolah berbunyi. Pak Prima yang mengendarai mobil tak tahu jika bannya bocor. Padahal perjalanan masih cukup jauh untuk mencapai rumahnya. Tiba-tiba Pipi datang melihat Pak Prima marah-marah sendiri. Pikirnya, Pak Prima memang sedikit aneh hari itu.

“Pak Prima, kenapa Bapak marah-marah?” tanya Pipi.
“Mau tahu urusan orang.” jawab Pak Prima ketus.
“Sebenarnya Bapak kenapa, sih ? Hari ini Bapak marah-marah terus. Jika Bapak adalah guru profesional, hendaknya masalah rumah jangan dibawa ke sekolah, Pak. Jangan juga melampiaskan kemarahan Bapak kepada murid !” Pipi juga malah marah.
“Kamu itu memang sok tahu. Sudah, jika kamu mau mendapatkan nilai A, carikan Bapak bengkel mobil yang dekat sini !” Pak Prima mengancam.
“Ga' mau. Cari saja sendiri. Bapak , kan punya kaki, tangan, dan kepintaran. Gunakan itu, Pak.”
“Kamu ini !!”
“Pak, mungkin karena ini Bapak belum juga menikah. Umur Bapak sudah 29 tahun. Sebaiknya Bapak segera menikah. Tapi, dengan mengetahui sifat Bapak yang pemearah itu, mana ada wanita yang menyukai Bapak. Padahal Bapak ganteng, tegap, pintar, keren tapi semua itu kalah karena sifat Bapak. Jangan seperti anak kecil, Pak.” Pipi malah sok dewasa.
“Heh, Pi. Kamu sendiri apa sudah memiliki pacar. Berdandan seperti itu agar terkenal, terkenal gila Bapak percaya. Pintar, cantik, lucu, memang kamu seperti itu, tapi keanehanmu berdandan Lady Gaga itulah yang membuat kamu belum punya pacar. Lady Gaga KW 5.” Pak Prima juga mengejek.
“Bapak !! Tahu, ah, Pak. Cari sendiri bengkel mobil !” Pipi pergi dengan wajah sedih. Tapi Pak Prima malah mengikuti Pipi. “Pi, kamu marah, ya sama Bapak ?” tanya Pak Prima dengan lembut.
“Ga', Pak.” jawab Pipi singkat.
“Maafkan, Bapak, Pi. Bapak hanya......”
“Hanya apa, Pak ? Ingin mempermalukan saya ?” tanya Pipi.
“Ga', Pi. Bukan begitu.”
Pipi behenti berjalan. “Pak, sebaiknya Bapak segeralah menikah. Ya... saya bukan siapa-siapa Bapak. Saya hanya murid Bapak yang ingin terkenal. Saya hanya menyarankan agar Bapak cepat menikah. Agar Bapak ga' seperti kakak saya, yang sudah berumur 32 tahun belum menikah. Dan 9 tahun sudah kakak saya diejek teman-temannya.” jelas Pipi, lalu berjalan lagi.
Pak Prima mengenggam tangan Pipi. “Bapak hanya ingin kamu yang jadi sesuatu, Bapak.”
Pipi tercengang. Apa maksud perkataan Pak Prima tadi. “Maksud Bapak ??”
“Bapak yakin, kamu pasti terkejut. Dari awal bertemu, Bapak sudah feeling, kamu itu sesuatu Bapak. Dan selama ini, Bapak selalu ingin dekat denganmu. Tapi Bapak menyadari, jika kamu ga' mungkin jadi milik Bapak, karena berbagai alasan. Umur yang terlampau jauh, restu orangtua, dan mungkin kamu akan malu. Bapak juga ga' tahu, setiap malam, Bapak selalu membayangkan kecerianmu, dan Bapak berfikir, kamu itu memang kelak untuk Bapak.” Pak Prima ceramah.
“Bapak???” Pipi masih tercengang.
“Bapak marah-marah tadi, karena agar kamu membenci Bapak. Agar Bapak juga tidak memikirkanmu lagi. Bapak ga' ingin membuatmu malu, jika kamu pacaran sama Bapak. Bapak memang harus segera menikah. Tapi semua wanita yang Bapak temui, ga' sespesial kamu. Bagaimana denganmu, Pi ?? Apa hatimu seperti Bapak ??” tanya Pak Prima.
“Pak Prima... Dari awal ketika Bapak masuk kelas, entah kenapa hati saya berdebar-debar. Didekati Bapak juga rasanya ga' karuan. Padahal jika ada cowok yang dekat denganku, aku biasa saja. Sebenarnya aku takut pada Bapak waktu Bapak berusaha perhatian padaku. Tapi, setelah aku mengetahui semua penjelasan Bapak tadi, kurasa alasan-alasan tadi ga' perlu dipikirkan. Ga' perlu juga Bapak menyatakannya, akan kujawab segera. Aku juga suka pada Bapak.” jawab Pipi dengan tersenyum.
“Benar kamu juga menyukai Bapak, Pi ??? Kamu ga' malu pacaran sama Bapak ??”
“Ga' ada yang mebuatku malu, selagi itu nyaman denganku, Pak. Aku tahu Bapak bukan orang yang pemarah. Dan terimakasih, Bapak telah menyadarkan aku agar aku ga' seperti ini, Miss Lady Gaga KW 5.” Pipi tersenyum lagi.

Dan merekapun pacaran mulai hari itu. Belum banyak yang tahu, karena mereka berusaha menyembunyikannya. Dan ternyata orangtua keduanya menyetujui hubungan mereka.

Tidak ada komentar: