Termenung
dalam sepi, meratapi hidup
Tapi
kini telah mati,
Menambah
penderitaan.
Mencari
seseorang, yang akan menemaniku.
Pagi
buta Christy harus sudah bangun untuk membantu ibunya pergi ke pasar
membeli berbagai bahan-bahan dapur. Karena ibunya berjualan nasi di
rumahnya. Christy adalah seorang siswa SMA kelas II di sekolah yang
lumayan terkenal di kotanya. Dia termasuk anak yang pintar.
Tapi
ia mengalami suatu kejadian yang tak terduga. Ketika malam, ia
terbangun karena seseorang tak di kenalnya mengajak kenalan melalui
sms. Karena terus mengirim pesan, Christy pun membalas dengan mata
masih mengantuk.
Christy :
“Maaf, ini siapa, ya, malam-malam sms.” ( matanya kriyip-kriyip
).
Dion :
“Boleh kenalan ?”
Christy : “Kenapa ga' besok pagi atau siang saja. Ini sudah malam. Aku mengantuk.”
Dion : “Aku besok pagi hingga siang ada acara. Jika malam waktuku sangat senggang.”
Christy : “Tapi jika malam aku mengantuk. Besok pagi-pagi sekali aku harus membantu ibuku.”
Christy : “Kenapa ga' besok pagi atau siang saja. Ini sudah malam. Aku mengantuk.”
Dion : “Aku besok pagi hingga siang ada acara. Jika malam waktuku sangat senggang.”
Christy : “Tapi jika malam aku mengantuk. Besok pagi-pagi sekali aku harus membantu ibuku.”
Dion :
“Tapi aku ingin berkenalan denganmu.”
Christy : “Besok saja. Aku mau tidur.”
Christy : “Besok saja. Aku mau tidur.”
Christy
akhirnya mematikan hp agar tidak di sms orang itu lagi.
Pagi
sekitar jam 4. Ia sudah dibangunkan oleh ibunya.
Ibu :
“Chris, kenapa matamu bengkak? Habis nangis??”
Christy : “Nangis ? Ga' bu. Tadi malam ada orang asing yang mengajak kenalan. Gara-gara tuch orang asing, bu, mataku jadi gede-gede gini.”
Christy : “Nangis ? Ga' bu. Tadi malam ada orang asing yang mengajak kenalan. Gara-gara tuch orang asing, bu, mataku jadi gede-gede gini.”
Ibu :
“Penggemarmu, tuh.”
Christy :
“Ah, ibu. Apaan, sich.”
Ibu :
“Ya, sudah. Ayo bantu ibu.”
Christy
bergegas membantu ibunya. Tiba di pasar, sekitar pukul 4 pagi, orang
asing itu mengirim pesan kepada Christy yang sedang duduk di parkiran
sendirian.
Dion :
“Sendirian saja?”
Christy :
“Hey, kamu itu siapa sich?” ( Christy menggondok ).
Dion :
“Makanya ayo kenalan. Namamu siapa ?”
Christy :
“Yang mau kenalan, kan, kamu. Kamu dulu yang memperkenalkan diri.”
Dion :
“Baiklah, namaku Dion. Kamu siapa?”
Christy : “Christy. Sekolahmu mana?”
Dion : “Nama yang cantik. Secantik orangnya. Aku sudah tidak bersekolah.”
Christy : “Jangan bergurau. Tau darimana jika aku cantik. Apa kamu kuliah?”
Dion : “Aku tidak sedang bergurau. Aku tau kamu itu cantik. Tidak. Aku tidak kuliah.”
Christy : “Christy. Sekolahmu mana?”
Dion : “Nama yang cantik. Secantik orangnya. Aku sudah tidak bersekolah.”
Christy : “Jangan bergurau. Tau darimana jika aku cantik. Apa kamu kuliah?”
Dion : “Aku tidak sedang bergurau. Aku tau kamu itu cantik. Tidak. Aku tidak kuliah.”
Christy :
“Jangan mengerjaiku, ya, hey Dion. Lalu apa kamu bekerja ?”
Dion : “Aku tidak mengerjaimu. Aku ini ga' punya teman. Kamu mau berteman denganku?”
Dion : “Aku tidak mengerjaimu. Aku ini ga' punya teman. Kamu mau berteman denganku?”
Christy :
“Boleh saja. Tapi kalau mau berteman, ya harus ketemuan.”
Dion :
“Tak masalah jika kamu berani.”
Christy : “Maksudnya?”
Dion : “Bukan apa-apa. Lupakan saja. Mau bertemu dimana?”
Christy : “Enaknya dimana ?”
Christy : “Maksudnya?”
Dion : “Bukan apa-apa. Lupakan saja. Mau bertemu dimana?”
Christy : “Enaknya dimana ?”
Dion :
“Kalau bisa jangan di tempat yang ramai, ya. Aku malu.”
Christy : “Malu kenapa?”
Christy : “Malu kenapa?”
Dion :
“Mukaku jelek, hitam, dan seperti orang yang sudah
meninggal.”
Christy : “Yang bisa menilai orang, kan, oranglain. Jadi mau dimana?”
Christy : “Yang bisa menilai orang, kan, oranglain. Jadi mau dimana?”
Sebelum
Dion membalas sms dari Christy, Ibunya sudah mengajaknya pulang. Dan
semenjak itulah Dion tidak sms Christy. Ia mencoba sms, tapi tidak
dibalas oleh Dion. Yaaa, maklum saja, ketika itu siang hari.
Christy
sedang duduk-duduk di kelas berbincang-bincang dengan Linzy, teman
sebangkunya.
Christy :
“Zy, aku dapat temen baru. Tapi dia aneh.”
Linzy :
“Tau aneh kamu temenin.”
Christy :
“Iya ga gitu juga, Zy. Aku mengira orang itu cuma ngerjain aku.”
Linzy :
“Coba sms lagi aja, disuruh ngaku.Siapa dia sebenarnya.”
Christy :
“Ga aktif. Padahal tadi pagi masih smsan.”
Linzy : “Jangan-jangaaan......” ( mata Linzy melotot ).
Linzy : “Jangan-jangaaan......” ( mata Linzy melotot ).
Christy :
“Jangan-jangan apa?!”
Linzy : “Aku pernah nonton film yang begitu. Sms misterius, setelah ditelusuri ternyata setan, Chris. Dan sekarang kamu dihantui. Hiiiiiiii...”
Linzy : “Aku pernah nonton film yang begitu. Sms misterius, setelah ditelusuri ternyata setan, Chris. Dan sekarang kamu dihantui. Hiiiiiiii...”
Christy :
“Ah, mana mungkin, Zy. Nanti malam aku mau ketemuan, mau ikut
ga?”
Linzy : “Males dech, takut aku, Chris.”
Christy : “Ah, kebanyakan nonton film kamu pasti.”
Linzy : “Kusarankan jangan deh, batalin aja, Chris.”
Christy : “Tapi aku sudah janji, Zy.”
Linzy : “Masalah buat guweee.”
Linzy : “Males dech, takut aku, Chris.”
Christy : “Ah, kebanyakan nonton film kamu pasti.”
Linzy : “Kusarankan jangan deh, batalin aja, Chris.”
Christy : “Tapi aku sudah janji, Zy.”
Linzy : “Masalah buat guweee.”
Christy :
“Yeee... ikut, ya, Zy. Nanti aku belikan es krim.”
Linzy : “Nah, kalau itu aku mau.”
Christy : “Gitu, dong. Jam 7 aku jemput, ya.”
Linzy : “Nah, kalau itu aku mau.”
Christy : “Gitu, dong. Jam 7 aku jemput, ya.”
Linzy :
“Siap. Aku juga ikut penasaran sama orang itu. Orang atau setan.
Ahahha..”
Sore
menjelang malam, ketika pukul 06.00 sore. Dion, mengirim pesan ke
pada Christy.
Dion : “Hay, ini aku. Kamu sedang apa?”
Christy : “Sedang siap-siap ingin bertemu denganmu. Kamu?”
Dion : “Sedang tiduran saja. Tapi di sini sesak. Aku jadi ga' enak tidurannya.”
Christy : “Sesak kenapa? Kamu sakit asma ?”
Dion : “Hay, ini aku. Kamu sedang apa?”
Christy : “Sedang siap-siap ingin bertemu denganmu. Kamu?”
Dion : “Sedang tiduran saja. Tapi di sini sesak. Aku jadi ga' enak tidurannya.”
Christy : “Sesak kenapa? Kamu sakit asma ?”
Dion :
“Bukan. Aku ga' punya penyakit apa-apa. Tapi kamarmu sangat penuh.”
Christy :
( Deg-deg an membaca sms itu ). “Keluarkan saja barang-barang yang
sudah ga terpakai. Buku-buku lama, lemari, atau apapun.”
Dion :
“Ga ada barang-barang. Cuma ada tempat tidur saja.”
Christy :
( Tambah deg-degan ). “Yah, terserahlah. Kamu belum
siap-siap?”
Dion : “Belum. Ga formal, kan?”
Christy : “Kalau mau ya silahkan.”
Dion : “Belum. Ga formal, kan?”
Christy : “Kalau mau ya silahkan.”
Dion :
“Kamu jangan mengajak teman atau siapapun, ya.”
Christy : “Kenapa ?”
Dion : “Aku malu.”
Christy : “Kamu niat ketemu sama aku ga' sih?”
Dion : “Jangan marah begitu. Aku mau, kok.”
Christy : “Ya sudah, turuti saja. Jadi di mana nich ?”
Christy : “Kenapa ?”
Dion : “Aku malu.”
Christy : “Kamu niat ketemu sama aku ga' sih?”
Dion : “Jangan marah begitu. Aku mau, kok.”
Christy : “Ya sudah, turuti saja. Jadi di mana nich ?”
Dion :
“Di depan rumah tua di perempatan jalan bagaimana?”
Christy : “Rumah tua ? Di sana, kan gelap.”
Christy : “Rumah tua ? Di sana, kan gelap.”
Dion :
“Aku mohon, ketemu di sana saja, ya.”
Christy : ( Dia menelfon Linzy ) “Halo... Zy, jangan-jangan katamu tadi siang bener?”
Linzy : “Halo, Chris. What !!! Jadi beneran setan?”
Christy : “Aku belum tau, Zy. Cuma dia ngajak ketemuan di depan rumah tua di perempatan.”
Christy : ( Dia menelfon Linzy ) “Halo... Zy, jangan-jangan katamu tadi siang bener?”
Linzy : “Halo, Chris. What !!! Jadi beneran setan?”
Christy : “Aku belum tau, Zy. Cuma dia ngajak ketemuan di depan rumah tua di perempatan.”
Linzy :
“Tunggu, rumah tua milik almarhum Pak Jodhy itu?”
Christy : “Ya mana lagi kalau bukan sana coba.” ( Tiba-tiba ada sms dari Dion ). “Eh, ada sms, Zy.”
Dion : “Bagaimana ?”
Christy : “Ya mana lagi kalau bukan sana coba.” ( Tiba-tiba ada sms dari Dion ). “Eh, ada sms, Zy.”
Dion : “Bagaimana ?”
Christy :
( Mengeja kata ) “Bagaimana. Gimana, Zy ?”
Linzy :
“Kubilang juga apa. Kalau begini caranya, kan jadi gawat. Temuin
saja, Chris. Kali-kali dia naksir kamu.”
Christy : “Enak aja. Aku masih punya nyawa, Zy. Jadi, nich ?”
Linzy : “Ya apa boleh buat, jujur saja aku penasaran, tapi takut juga.”
Christy : “Ya sama. Ya sudah, aku sudah siap. Aku jemput kamu sekarang.”
Christy : “Enak aja. Aku masih punya nyawa, Zy. Jadi, nich ?”
Linzy : “Ya apa boleh buat, jujur saja aku penasaran, tapi takut juga.”
Christy : “Ya sama. Ya sudah, aku sudah siap. Aku jemput kamu sekarang.”
Linzy :
“Ok.” ( Mematikan telfon ).
Christy :
( Membalas sms Dion ). “Jadi, kok.”
Dion : “Ok, kutunggu kamu di sana.”
Dion : “Ok, kutunggu kamu di sana.”
Christy
pergi ke rumah Linzy, menjemputnya. Sekitar seperempat jam
mengendarai motor, akhirnya tiba juga di depan rumah Pak Jodhy yang
sudah meninggal 3 tahun yang lalu. Di sana Christy dan Linzy
celingak-celingukan, tidak ada orang kecuali penjual nasi goreng yang
setiap harinya mangkal di situ. Dan hanya sedikit pembelinya.
Christy :
“Zy, kok sepi?”
Linzy :
“Mana aku tahu. Coba tanya sama pak penjual nasgor itu, tuch.”
Christy :
( Mereka berdua bertanya sama pak penjual nasi goreng ). “Permisi,
Pak.”
Penjual :
“Ya, neng ? Ada yang bisa bapak bantu ? Mau pesan berapa porsi ?”
Christy :
“Bapak liat cowok yang ada di depan rumah itu ga, ya?”
Penjual : “Daritadi ga' ada orang neng.”
Penjual : “Daritadi ga' ada orang neng.”
Linzy :
“Tuch, kan, Chris. Yok, pulang aja.” ( Takut juga ).
Tiba-tiba
handphone Christy berbunyi. Ada sms dari Dion.
Dion :
“Hai, apakah kamu sudah sampai ?”
Christy : “Sudah, kamu di mana ?”
Dion : “Aku sudah daritadi juga. Gara-gara menunggumu aku jadi masuk ke dalam rumah tua ini. Aku ada di dalam.”
Christy : “Sudah, kamu di mana ?”
Dion : “Aku sudah daritadi juga. Gara-gara menunggumu aku jadi masuk ke dalam rumah tua ini. Aku ada di dalam.”
Christy :
( Berkata pada Linzy ) “Zy, ada di dalam rumah itu.”
Linzy :
“Wach, parah. Aku ga mau masuk, Chris. Di sini saja aku takut,
apalagi masuk.”
Christy : “Kamu keluar saja. Kita makan nasi goreng.” ( Meng-sms Dion ).
Christy : “Kamu keluar saja. Kita makan nasi goreng.” ( Meng-sms Dion ).
Linzy :
“Sms apa kamu ?”
Christy : “Menyuruhnya keluar.”
Linzy : “Mampus. Aku pulang saja, ya.”
Christy : “Janganlah, Zy. Eh, dia bales. Baiklah, aku keluar.” ( Memandangi Linzy ).
Christy : “Menyuruhnya keluar.”
Linzy : “Mampus. Aku pulang saja, ya.”
Christy : “Janganlah, Zy. Eh, dia bales. Baiklah, aku keluar.” ( Memandangi Linzy ).
Mereka
berdua memandang ke arah rumah tua itu. Tiba-tiba pintu rumah itu
terbuka, lalu gerbangnya. Tapi tak ada siapa-siapa di sana. Dion sms
Christy lagi.
Dion :
“Aku sudah keluar. Aku melihatmu. Kamu yang mana ?”
Christy :
( Menunjukkan isi sms Dion kepada Linzy ). “Zy....”
Linzy :
“Bales aja.”
Christy :
“Aku yang pakai baju kuning. Kamu dimana? Aku ga bisa melihatmu.”
Dion :
“Lihat baik-baik. Aku di sini. Tepat di depan gerbang. Aku memakai
baju hitam.”
Christy
dan Linzy menatap dalam ke arah rumah tua itu. Setelah ditatapnya
dalam-dalam, mereka melihat seseorang berdiri. Dengan cepat Christy
dan Linzy berlari menuju motornya dan pulang. Di jalan, terjadi
sesuatu. Ban motor Christy tiba-tiba bocor. Apalagi di situ tak ada
bengkel yang buka.
Linzy :
“Mampus kita, Chris. Kamu, sih, berhubungan dengan setan.”
Chirsty :
“Aku terus yang disalahkan. Uwwwhw....”
Linzy :
“Ya memang kamu. Hayooo, harus apa kita. Ketemu setan, ban bocor,
mana ga' ada bengkel buka. Kalau ada apa-apa, kamu yang harus
menanggungnya.”
Christy : “Ya tapi jangan salahkan aku terus. Gimana caranya agar kita bisa pulang.”
Linzy : “Inget, aku ga mau dorong. Enak aja.”
Christy : “Ya tapi jangan salahkan aku terus. Gimana caranya agar kita bisa pulang.”
Linzy : “Inget, aku ga mau dorong. Enak aja.”
Christy :
“Ayolah, Zy.”
Linzy : “Ga mau !! Minta bantuan saja sama penggemarmu itu.”
Linzy : “Ga mau !! Minta bantuan saja sama penggemarmu itu.”
Setelah
bicara begitu, tiba-tiba hp Christy berdering lagi.
Dion :
“Apa kamu butuh bantuan ?”
Christy :
( Menunjukkan isi sms Dion kepada Linzy ). “Zy, lihat.”
Linzy :
“Wach, kebetulan. Sana, bales iya. Aku juga pengen marah-marah sama
dia.”
Christy : “Tapi, Zy.”
Christy : “Tapi, Zy.”
Linzy :
( Teriak-teriak ). “Heh !!!! Setan jelek !!! Jangan ganggu kami.
Kalau mau berteman baik-baik saja. Tapi jangan hantui kami
!!”
Tiba-tiba di ujung jalan yang gelap seseorang datang. Dia Dion. Tapi dia berjalan bungkuk dan menundukkan kepala.”
Tiba-tiba di ujung jalan yang gelap seseorang datang. Dia Dion. Tapi dia berjalan bungkuk dan menundukkan kepala.”
Dion :
“Hai, Christy.”
Christy : ( Takut ). Siapa kamu !!”
Christy : ( Takut ). Siapa kamu !!”
Dion :
“Aku Dion, aku hanya ingin berteman denganmu.”
Christy : “Hidupmu berbeda dengan hidupku.”
Dion : “Apa salah jika kita berteman?”
Christy : “Mmmm... Aku ga' tahu salah apa ga'. Tapi yang jelas aku takut.”
Dion : “Aku anak baik. Tapi yang bisa menilai orang adalah orang lain.”
Christy : “Hidupmu berbeda dengan hidupku.”
Dion : “Apa salah jika kita berteman?”
Christy : “Mmmm... Aku ga' tahu salah apa ga'. Tapi yang jelas aku takut.”
Dion : “Aku anak baik. Tapi yang bisa menilai orang adalah orang lain.”
Linzy :
“Siapa sebenarnya kamu !!”
Dion :
“Aku Dion, apakah kita bisa berteman?”
Christy : ( Berbisik pada Linzy ). “Zy?”
Linzy : “Hey, Dion. Maukah kamu berbagi cerita kenapa kamu meninggal ?”
Dion : “Tapi apakah kalian mau berteman denganku ?”
Linzy : “Asal kehadiranmu baik kami mau. Jika ga' akan kami usir kamu.”
Dion : “Baiklah. Aku berjanji akan menjadi teman yang baik untuk kalian.” ( Menengadahkan wajahnya dan tegap. Lumayan ganteng, hingga Christy terpana ). “Ketika hendak pergi ke rumah sakit, aku kecelakaan.”
Christy : ( Berbisik pada Linzy ). “Zy?”
Linzy : “Hey, Dion. Maukah kamu berbagi cerita kenapa kamu meninggal ?”
Dion : “Tapi apakah kalian mau berteman denganku ?”
Linzy : “Asal kehadiranmu baik kami mau. Jika ga' akan kami usir kamu.”
Dion : “Baiklah. Aku berjanji akan menjadi teman yang baik untuk kalian.” ( Menengadahkan wajahnya dan tegap. Lumayan ganteng, hingga Christy terpana ). “Ketika hendak pergi ke rumah sakit, aku kecelakaan.”
Linzy :
“Ceritakan secara detail.”
Dion :
“Baiklah. Aku adalah anak Pak Jodhy, rumahku adalah tempat dimana
kita bertemu tadi. Makanya aku ingin kita bertemu di sana.
Ketika aku mau menjenguk Mamaku, Mamaku di rawat di rumah
sakit Bunda Cahaya. Tapi, mobil yang dikendarai Papaku ditabrak
truk. Papaku koma hingga sekarang, Papa juga dirawat di sana,
dan akulah yang meninggal. Ketika itu juga Mamaku juga
meninggal. Aku kesepian. Aku ga' punya teman.”
Christy : ( Hendak menyentuh Dion, tapi tak bisa ). “Yang sabar, ya.”
Christy : ( Hendak menyentuh Dion, tapi tak bisa ). “Yang sabar, ya.”
Linzy :
“Kenapa kamu tidak berteman dengan sesamamu?”
Dion : “Entahlah, tapi aku merasa masih hidup. Karena aku belum bisa menyampaikan sesuatu kepada Papaku.”
Christy : “Sesuatu apa ?”
Dion : “Dulu, sebelum meninggal, Mama sempat berpesan padaku, suatu saat, jika Mama meninggal, Papa boleh menikah lagi dengan oranglain. Tapi, Papa koma.”
Christy : “Mungkin Tuhan ga' ngijinin Papamu menikah lagi, makanya Tuhan berencana lain.”
Dion : “Tapi, kenapa aku yang menderita?! Aku kesepian.”
Christy : “Sekarang, kan kamu ga' kesepian. Ada kami di sini.”
Dion : “Entahlah, tapi aku merasa masih hidup. Karena aku belum bisa menyampaikan sesuatu kepada Papaku.”
Christy : “Sesuatu apa ?”
Dion : “Dulu, sebelum meninggal, Mama sempat berpesan padaku, suatu saat, jika Mama meninggal, Papa boleh menikah lagi dengan oranglain. Tapi, Papa koma.”
Christy : “Mungkin Tuhan ga' ngijinin Papamu menikah lagi, makanya Tuhan berencana lain.”
Dion : “Tapi, kenapa aku yang menderita?! Aku kesepian.”
Christy : “Sekarang, kan kamu ga' kesepian. Ada kami di sini.”
Dion :
“Terimakasih kalian mau menjadi temanku.”
Linzy : “Sama-sama.” ( Melihat jam ). “Chris, sudah jam 10. Kamu mau pulang ga'?”
Christy : “Ya jelas mau pulanglah. Tapi, kan bannya??”
Dion : “Dituntun saja. Akan aku temani, jadi jika ada apa-apa aku bisa menolong kalian.”
Linzy : “Sama-sama.” ( Melihat jam ). “Chris, sudah jam 10. Kamu mau pulang ga'?”
Christy : “Ya jelas mau pulanglah. Tapi, kan bannya??”
Dion : “Dituntun saja. Akan aku temani, jadi jika ada apa-apa aku bisa menolong kalian.”
Christy :
“Tapi aku ga' bisa menyentuhmu tadi.”
Dion : “Dengan rasa cinta, kamu bisa menyentuhku. Ayo, jalan.”
Dion : “Dengan rasa cinta, kamu bisa menyentuhku. Ayo, jalan.”
Hampir
1 jam akhirnya tiba di rumah Christy. Dan Linzy pun memutuskan untuk
menginap. Dion juga sudah kembali ke tempatnya. Christy mengajak
ngobrol Linzy.
Christy :
“Ternyata Dion ganteng, Zy. Nyadar, ga' kamu ?”
Linzy : “Yaaa, lumayan, sih. Sayang, dia sudah meninggal.”
Christy : “Seandainya masih hidup, dan aku tahu ada cowok seganteng Dion tinggal di kompleks sini, sudah kupacarin dia.”
Linzy : “Yaaa, lumayan, sih. Sayang, dia sudah meninggal.”
Christy : “Seandainya masih hidup, dan aku tahu ada cowok seganteng Dion tinggal di kompleks sini, sudah kupacarin dia.”
Linzy :
“Ya, sana, pacarin Dion. Dia juga masih tinggal di situ, kan.
Hahahha !!!”
Christy :
“Ye... Dia sudah meninggal kali, Zy. Entah kenapa dia bilang jika
ingin menyentuhnya harus denga rasa cinta. Ketika mendengar
itu hatiku deg-degan, Zy.”
Linzy : ( Memandang Christy ). “Kamu sakit? Atau jangan-jangan kamu cinta sama Dion, ya?”
Christy : “Ga! Enak aja, masa' cinta sama setan.”
Linzy : “Yang penting ganteng, Chris. Hahhah !!!!” ( Tidur ).
Linzy : ( Memandang Christy ). “Kamu sakit? Atau jangan-jangan kamu cinta sama Dion, ya?”
Christy : “Ga! Enak aja, masa' cinta sama setan.”
Linzy : “Yang penting ganteng, Chris. Hahhah !!!!” ( Tidur ).
Christy :
“Dion, kenapa aku terbayang-bayang dia terus, ya.”
Hari
berikutnya. Christy sms Dion, tapi tak ada balasan. Padahal waktu itu
malam hari.
Christy :
“Kenapa Dion ga' balas smsku ya.”
Ibu :
( Keluar dari dapur ). “Dion siapa, Chris? Bukannya pacarmu Egi
?”
Christy : “Bukan pacar, kok, Bu. Temen kenalan.”
Ibu : “Kenalanmu di malam-malam itu, ya?”
Christy : “Iya, Bu. Ternyata dia anak Pak Jodhy, Bu.”
Ibu : ( Tercengang ). “Pak Jodhy yang meninggal ditabrak truk itu?”
Christy : “Iya, Bu. Ibu tahu juga?”
Ibu : “Bukannya anaknya juga meninggal ?”
Christy : “Bukan pacar, kok, Bu. Temen kenalan.”
Ibu : “Kenalanmu di malam-malam itu, ya?”
Christy : “Iya, Bu. Ternyata dia anak Pak Jodhy, Bu.”
Ibu : ( Tercengang ). “Pak Jodhy yang meninggal ditabrak truk itu?”
Christy : “Iya, Bu. Ibu tahu juga?”
Ibu : “Bukannya anaknya juga meninggal ?”
Christy :
“Iya memang, Bu. Aku berteman dengan Dion, anak Pak Jodhy.”
Ibu : “Jadi kamu berteman dengan setan, Chris ??”
Christy : “Jangan salah sangka dulu, Bu. Dion anak baik. Kemarin dia menemaniku menuntun motor bareng Linzy.”
Ibu : “Christy !!! Kamu ini kok ya bisa-bisanya berteman dengan setan.”
Christy : “Ibu kenapa, sih. Tahu ach!! ( Masuk kamar ).
Tiba-tiba ada sms dari Dion.
Ibu : “Jadi kamu berteman dengan setan, Chris ??”
Christy : “Jangan salah sangka dulu, Bu. Dion anak baik. Kemarin dia menemaniku menuntun motor bareng Linzy.”
Ibu : “Christy !!! Kamu ini kok ya bisa-bisanya berteman dengan setan.”
Christy : “Ibu kenapa, sih. Tahu ach!! ( Masuk kamar ).
Tiba-tiba ada sms dari Dion.
Dion :
“Hendaknya kamu jangan marah sama ibumu.”
Christy : “Dion, muncullah kamu.”
Christy : “Dion, muncullah kamu.”
Dion :
“Maaf, hari ini aku ga bisa muncul.”
Christy : “Kenapa ?? Aku ingin ngobrol denganmu lebih banyak.”
Dion : “Papaku kritis. Jadi aku harus menemaninya.”
Christy : ( Menelfon Linzy ). “Zy, ikut aku yok.”
Linzy : “Aduh, Chris... Kemana lagi ??”
Christy : “Ke rumah sakit.”
Linzy : “Siapa yang sakit?”
Christy : “Papanya Dion. Kritis. Aku jemput sekarang.” ( Mematikan telfonnya ). “Bu, pamit pergi sebentar, ke rumah sakit.”
Christy : “Kenapa ?? Aku ingin ngobrol denganmu lebih banyak.”
Dion : “Papaku kritis. Jadi aku harus menemaninya.”
Christy : ( Menelfon Linzy ). “Zy, ikut aku yok.”
Linzy : “Aduh, Chris... Kemana lagi ??”
Christy : “Ke rumah sakit.”
Linzy : “Siapa yang sakit?”
Christy : “Papanya Dion. Kritis. Aku jemput sekarang.” ( Mematikan telfonnya ). “Bu, pamit pergi sebentar, ke rumah sakit.”
Dengan
terburu-buru Christy mengendarai motornya menuju rumah Linzy. Dan
Linzy juga sudah siap. Mereka bergegas menuju rumah sakit Bunda
Cahaya.
Sesampainya
di sana, Christy melihat Dion ada di bawah pohon, duduk.
Linzy :
“Eh, itu Dion, kan?”
Christy : “Yok. Ke sana.” ( Menuju ke Dion ). “Dion.”
Dion : “Christy, Linzy? Kenapa kalian kemari ?”
Linzy : “Christy yang minta.”
Christy : “Aku khawatir padamu.”
Christy : “Yok. Ke sana.” ( Menuju ke Dion ). “Dion.”
Dion : “Christy, Linzy? Kenapa kalian kemari ?”
Linzy : “Christy yang minta.”
Christy : “Aku khawatir padamu.”
Dion :
“Aku ga apa-apa. Aku hanya sedih.”
Christy : “Christy suka padamu, Di.”
Dion : ( Tercengang ).
Christy : “Christy suka padamu, Di.”
Dion : ( Tercengang ).
Christy :
“Apa-apaan kamu, Zy!!
Dion :
“Chris, apa benar yang dikatakan Linzy ?”
Christy : ( Tak bisa menjawab ).
Christy : ( Tak bisa menjawab ).
Linzy :
“Jawab saja. Tadi malam kamu bilang begitu. Ga' secara langsung
sih, tapi aku tahu.”
Dion : “Sayang sekali, Chris. Jika aku tahu perasaanmu sebelum aku menyerah pada takdir, aku pasti akan berjuang untuk hidup.”
Dion : “Sayang sekali, Chris. Jika aku tahu perasaanmu sebelum aku menyerah pada takdir, aku pasti akan berjuang untuk hidup.”
Christy :
“Ya, aku tahu. Maafkan aku telah suka padamu Dion.” ( Menyentuh
Dion, kali ini dia bisa menyentuhnya, bahkan memeluknya ).
Dion :
“Christy...”
Christy :
“Dion...”
Linzy
melihat Egi, pacar Christy datang. Entah darimana Egi bisa datang.
Egi :
“Sayang !!”
Christy :
“Egi ? Darimana dia bisa tahu kita ada di sini, Zy ?”
Linzy :
“Mana aku tahu, Chris.”
Christy : “Pasti ibu.”
Christy : “Pasti ibu.”
Egi :
“Ayo pulang. Ibu mencari kamu.”
Christy : “Ga' mau !!”
Christy : “Ga' mau !!”
Linzy :
“Jangan paksa dia, dong, Gi!!”
Egi :
“Apa urusanmu !! Christy sayang, ayo pulang.”
Dion : “Pulanglah, Cristy.”
Christy : “Dion.” ( Menangis ).
Egi : “Dion siapa !!”
Dion : “Pulanglah, Cristy.”
Christy : “Dion.” ( Menangis ).
Egi : “Dion siapa !!”
Dion :
“Pulanglah. Aku janji aku akan selalu bersamamu.”
Christy :
“Janji, ya.”
Dion : “Janji.” ( Tersenyum ).
Dion : “Janji.” ( Tersenyum ).
Egi :
“Sayang ayo.” ( Menarik tangan Christy ).
Christy :
“Aku bisa sendiri !! Ayo, Zy.”
Linzy : “Dion, pulang dulu, ya.”
Linzy : “Dion, pulang dulu, ya.”
Dion :
“Iya. Jaga diri ya kalian.”
Di
rumah sakit, Papa Dion kritis, hingga tak kuat menahan sakit, dan
Papanya menghembuskan nafas terakhir. Dion kini bisa menyampaikan
pesan dari Mamanya, walaupun sudah tak berlaku karena Papanya sudah
meninggal.
Di
rumah Christy, dia masih memikirkan Dion.
Christy :
“Bagaimana Dion, ya. Semoga Papanya baik-baik saja. Aku benar-benar
khawatir padanya. Entah kenapa aku ga' bisa berhenti
memikirkannya.”
Tiba-tiba
hp Christy berdering. Ada sms dari Dion.
Dion :
“Papaku menyusulku, Chris. Dan keluargaku berkumpul lagi.
Terimakasih.”
Christy : “Terimakasih untuk apa?”
Christy : “Terimakasih untuk apa?”
Dion :
“Setelah aku mengenalmu, aku bisa berkumpul lagi dengan
keluargaku.”
Christy :
“Jadi aku ga' akan pernah bisa bertemu denganmu lagi ?”
Dion : “Masih bisa jika kamu ingin kita bertemu. Aku, kan sudah janji, aku selalu bersamamu. Aku akan menjagamu. Aku selalu ada buat kamu. Aku janji.”
Christy : “Ga' bisakah kamu hidup lagi, Dion ??” ( Menangis ).
Dion : “Masih bisa jika kamu ingin kita bertemu. Aku, kan sudah janji, aku selalu bersamamu. Aku akan menjagamu. Aku selalu ada buat kamu. Aku janji.”
Christy : “Ga' bisakah kamu hidup lagi, Dion ??” ( Menangis ).
Dion :
“Walaupun aku ga bisa hidup lagi, aku pasti akan selalu ada buatmu.
Selamat tinggal, Chris. Jika kamu butuh aku, sms aku saja.”
Christy
menangis. Dia begitu menyukai Dion.
3
bulan telah berlalu, Christy putus dengan Egi karena dia sudah tak
ada rasa pada Egi.
Ketika
pelajaran sedang berlangsung, Kepala Sekolah masuk kelas Christy,
mengumumkan bahwa ada anak baru.
Kepsek :
“Anak-anak, berbahagialah kalian, karena kalian memiliki siswa
baru. Masuklah.”
Dion :
( Masuk kelas ).
Christy :
( Tercengang melihat Dion ). “Zy, Dion ??”
Linzy : “Mirip Dion.”
Kepsek : “Perkenalkan namamu.”
Dion : “Aku Dion Saputra. Senang berkenalan dengan kalian.” ( Tersenyum pada Christy ).
Linzy : “Mirip Dion.”
Kepsek : “Perkenalkan namamu.”
Dion : “Aku Dion Saputra. Senang berkenalan dengan kalian.” ( Tersenyum pada Christy ).
Seiring
waktu berjalan, Christy dan Dion pacaran. Dan mereka hidup
berbahagia.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar