Gaara Transforms Into Tree Stump - Naruto

Jumat, 22 Juni 2012

# SAAT KAU PERGI #


Maya, gadis manis nan pintar, namun sayang, dia tergolong siswi yang kurang mampu. Ayahnya bekerja sebagai tukang buah, dan ibunya berjualan gorengan. Tapi, dia memiliki sahabat yang baik padanya, Kiki dan Ira. Mereka bersahabat dari kelas 1 sampai sekarang.

Pada suatu hari, kelasnya kedatangan siswa baru. Cowok keren, kaya, tapi sombong. Cowok itu bernama Aditya. Dia benar-benar sombong, maklum saja, dia anak orang kaya. Namun dia sama sekali tidak memiliki teman, makanya Aditya pindah sekolah.

Suatu hari ketika jam istirahat. Maya, Kiki dan Ira berencana berkenalan dengan Aditya. Sebenarnya Mayalah yang ingin berkenalan, namun karena Maya malu, dia meminta Kiki dan Ira untuk menemaninya.

Maya : “Hai, Aditya.”
Aditya : “Hai.”
Kiki : “Singkat banget, Dit. Oh, iya, Adit, kami boleh duduk sini ?”
Aditya : “Nama guwe Aditya, bukan Adit.”
Kiki : “Biar akrab dan mudah diingat, Dit.”
Aditya : “Tapi nama guwe Aditya.”
Ira : “Ya ampun, cuma kurang ya gitu aja sewot.”
Aditya : “Itu nama. Penuh arti.”

Tapi tiba-tiba Aditya mengeluarkan sesuatu dari saku celananya. Sebuah bungkusan kecil berbungkus kertas putih. Aditya menelannya. Maya curiga, apa itu.

Maya : “Kamu makan apa, Dit ?”
Aditya : “Obat.”
Maya : “Kamu sakit ?”
Aditya : “Bukan urusan lo! Sebenarnya, kalian mau apa !”
Ira : “Mau temenan sama kamulah, Dit. Apalagi ?”
Aditya : “Teman ? Ga' salah ? Asal kalian tahu saja, guwe ga' butuh apa itu yang namanya teman. Apakah mereka ada di saat aku butuh ?? Mereka lari meninggalkan guwe yang sakit ini ! Mereka pecundang.”
Maya : “Jadi kamu beneran sakit, Dit ?”
Aditya : “Kalau iya kenapa ? Menyesal memohon-mohon berteman dengan guwe ?!”
Maya : “Asal kamu tahu juga, Dit. Aku ga' pernah menyesal berteman dengan siapa-siapa. Dan aku tahu penderitaanmu. Aku paham! Kamu jangan salah mengartikan teman. Ga' semua teman begitu. Dan aku janji, jika aku bisa berteman denganmu, aku akan selalu ada di saat kamu butuh, Dit. Kamu bisa pegang janjiku.”
Kiki : “Aku juga mau, asal kamu ga' blagu saja, Dit.”
Ira : “Aku juga deh.”
Aditya : “Dengar, lebih baik kalian pergi saja. Kalian hanya mengganggu ketenangan guwe. Peduli apa kalian. Kalian, kan baru kenal guwe.”
Kiki : “Kamu jadi orang keterlaluan banget, ya, Dit. Kami datang ke sini baik-baik, dengan maksud ingin menambah teman. Baru kali ini ada orang blagu kayak kamu.”
Aditya : “Siapa suruh ke sini.”
Maya : “Oke, Dit. Kami akan pergi. Maaf mengganggu.”
Aditya : “Sana jauh-jauh.”

Maya, Kiki dan Ira pergi meninggalkan Aditya. Maklum saja, Aditya trauma memiliki teman. Pasalnya teman-temannya dulu selalu memanfaatkan kekayaan Aditya, tapi ketika Aditya membutuhkan teman-temannya, mereka pergi. Aditya memiliki penyakit jantung yang sewaktu-waktu bisa membunuhnya.

Kiki : “Ah, nyesel aku ngobrol sama dia, May, Ra. Blagu gitu.”
Maya : “Jangan gitu. Itu artinya kita dapat tantangan. Dulu-dulu, kan kita selalu berhasil mendapatkan seorang teman dengan mudahnya. Nah, sekarang kita dapat misi, nih.”
Ira : “Misi dari Tuhan, ya, May ??”
Maya : “Ya bisa dibilang gitu, Ra. Gimana, kalian masih mau, kan menjalankan misi ini? Mau ya... Pleaseee....”
Kiki : “Kayaknya maksa banget, kamu. Suka, ya sama Aditya si blagu itu ?”
Ira : “What !! Kamu suka sama Aditya, May ?? Wach, baru kenal, lho, May. Kamu itu, ah.”
Maya : “Yeee, kalian apa-apaan, sih. Aku cuma mau temenan doang.”
Kiki : “Hmmm, ya, deh. Aku mau, kok, May.”
Ira : “Aku juga, May.”
Maya : “Ship. Gitu, dong.”

Sedangkan Aditya juga malah membayangkan Maya. Baru pertama kali ada cewek yang memaksanya berteman dengannya. Padahal, Maya belum tahu apa-apa tentangnya.

Aditya : “Baru pertama kali, nemu cewek yang maksa banget temenan. Siapa, ya, namanya. Tadi ga' sempat kenalan. Tapi, males juga minta kenalan. Suatu hari nanti, pasti guwe tahu namanya. Tapi apa dia benar-benar iklas berteman dengan guwe? Dia belum tahu kalau guwe sakit.”

Satu bulan telah berlalu. Tapi Aditya belum juga mau berteman dengan Maya. Hingga suatu ketika, guru IPA-nya memberikan tugas kelompok dua orang, terpilihlah Aditya untuk berkelompok dengan Maya.

Aditya : “Jadi apa yang harus kita lakukan sekarang ?”
Maya : “Kita mencari definisinya. Oh iya, Dit, aku minta maaf sebelumnya, jika aku ingin tahu tentangmu. Kamu sakit, ya ?”
Aditya : “Kita, kan mau nyelesein tugas. Bukannya ingin tahu tentangku.”
Maya : “Tapi, Dit...” ( belum sempat menyelesaikan perkataannya ).
Aditya : “Suatu hari nanti lo juga bakal tahu. Orangtua guwe saja ga' tahu.”
Maya : “Orangtuamu ga' tahu ?”
Aditya : “Iya. Mereka selalu pergi keluar kota. Biasa, bisnis. Makanya, jangan paksa guwe untuk memberitahukannya. Guwe pasti bilang, kok.”
Maya : “Ya, baiklah. Tapi aku kawatir, Dit. Kamu kadang-kadang pucat.”
Aditya : “Kawatir ?”
Maya : “Iya. Tapi, aku ga' tahu, kenapa aku bisa kawatir padamu.”
Aditya : “Lo suka sama guwe, ya, May ?”
Maya : “Yeee, ga' lah. Jangan GR.”
Aditya : “Sebaiknya lo jangan pernah suka sama guwe. Guwe ga' mau lo menyesal di kemudian hari. Guwe tahu, lo bakal menyesal.”
Maya : “Aku, kan pernah bilang, Dit. Aku ga' pernah menyesal. Penyesalan hanya membuang- buang waktu dan sangat merugikan diri sendiri.”
Aditya : “Jangan bijak bicara sama guwe. Tapi intinya, jangan pernah suka sama guwe, ya.”
Maya : “Iya, Dit. Tapi jika kamu butuh aku, hubungi aku saja, ya. Nih, nomor Hpku.”
Aditya : “Lhoh,,, Lo kok perhatian, May ?”
Maya : “Iya, aku kan pengen jadi temanmu.”
Aditya : “Makasih nomor Hpnya, ya. Mmmm... May, aku mau... mau kok jadi temenmu.”
Maya : “Ha ??!! Yang benar ?? Waaa, makasih, ya, Dit.”

Tanpa sadar dan saking senangnya, Maya langsung memeluk Aditya erat. Beberapa menit kemudian, Maya tersadar, dan segera melepas pelukannya. Sedangkan Aditya kaget. Maya benar-benar berbeda dengan cewek lain yang pernah dia temui. Dari situlah, ada benih-benih cinta dalam hati Aditya. Mungkinkah dia jatuh cinta kepada Maya, pikirnya begitu.

Bebrapa bulan kemudian, sudah 3 hari Aditya tidak masuk sekolah. Maya mencaritahu, apa yang terjadi pada Aditya. Di hubunginya nomor telvon Aditya tapi tidak aktif. Hingga pada suatu hari, di bangku Maya ada sebuah kotak. Dibukanya, dan bilihatnya ada boneka yang bisa berbicara jika dipencet tombolnya, dan ada pula sepucuk surat. Ternyata itu dari Aditya. Maya membaca surat itu, seakan-akan Aditya yang membacanya.

Aditya : “Maya, kini aku tahu, apa arti teman itu. Makasih atas semuanya, ya, May. Aku belum pernah bertemu cewek sepertimu, aku juga belum pernah merasa senang setelah kamu peluk. Rasanya hangat dan nyaman. Jika aku masih bisa bertemu denganmu lagi, aku yang akan memelukmu. Sejujurnya, aku mulai suka padamu, May setelah kejadian itu. Tapi, aku juga ga' mau kamu menyesal. Aku sakit, dan ga' akan bisa membahagiakanmu. Oh iya, itu ada kenang-kenangan dariku. Karena aku tahu, aku ga' akan bisa memberikan lebih dari itu. Ga' seberapa berharganya mungkin, dibandingkan semua pengorbananmu kepadaku. Ingatlah aku selalu, May. Sekali lagi makasih, ya.”
Maya : ( menangis ) “Aditya... Aditya !!!!”

Seisi kelas kaget mendengar teriakan Maya yang memanggil Aditya. Kiki yang sedang asik facebookan pun bertanya-tanya.

Kiki : “Maya, kamu kenapa ??”
Maya : “Aditya, Ki. Aditya...”
Kiki : “Dia kenapa, May ??
Maya : “Ki, ayo ke rumah sakit.”
Kiki : “Hey, bel masuk sudah mau bunyi.”
Maya : “Aku mau ijin, Ki.”

Maya pergi ke ruang BP untuk ijin. Dan akhirnya guru BP mengijinkannya. Kiki juga mengikuti Maya, sedangkan Ira dia tidak ikut.
Tiba di rumah sakit. Dicarinya ruangan Aditya, tapi tak ketemu juga. Hingga Kiki melihat kedua orangtuanya, lalu Maya dan Kiki menghampirinya. Di sana juga ada orangtua Aditnya.

Kiki : “Siapa yang sakit, Ma, Pa ?”
Mama : “Aditya, Ki. Teman sekelasmu yang baru pindah itu.”
Maya : “Aditya, Tante ??”
Mama : “Iya, May. Daritadi dia memanggil-manggil namamu.”
Dokter : “Lebih baik yang bernama Maya masuk ke dalam.”
Maya : “Baik, Dok.” ( Maya masuk ke dalam ) “Aditya....”
Aditya : “Maya ? Kamu sudah baca suratku ?”
Maya : “Iya. Aku sudah baca semuanya, Dit. Dan perlu kamu tahu, aku sama sekali ga' pernah menyesal telah mengenalmu. Percayalah padaku, Dit. Aku suka sama kamu. Aku ingin kamu bertahan melawan sakitmu. Aku ingin kamu sembuh. Aku ingin kamu tetap hidup dan menikmati hari-hari yang indah ini bersamaku.” ( menangis ).
Aditya : “Tapi aku harus segera pergi, May. Hari-hari yang indah telah aku alami selama aku berkenalan denganmu. Terimakasih, May. Aku harus pergi. Maya, aku... aku.... suka padamu.”

Ketika itu pula, Aditya meninggal. Semua orang yang ada di situ pun menangis.

Maya : “Aku ga' pernah menyesal telah mengenalmu, Dit !!!!!”

Satu bulan telah berlalu. Boneka pemberian Aditya pun diberi nama sesuai dengan nama si pemberi. Karena dia ingat satu kata yang pernah diucap Aditya, “nama itu penuh arti.”

Tidak ada komentar: