Maya, gadis manis nan pintar, namun
sayang, dia tergolong siswi yang kurang mampu. Ayahnya bekerja
sebagai tukang buah, dan ibunya berjualan gorengan. Tapi, dia
memiliki sahabat yang baik padanya, Kiki dan Ira. Mereka bersahabat
dari kelas 1 sampai sekarang.
Pada suatu hari, kelasnya kedatangan
siswa baru. Cowok keren, kaya, tapi sombong. Cowok itu bernama
Aditya. Dia benar-benar sombong, maklum saja, dia anak orang kaya.
Namun dia sama sekali tidak memiliki teman, makanya Aditya pindah
sekolah.
Suatu hari ketika jam istirahat. Maya,
Kiki dan Ira berencana berkenalan dengan Aditya. Sebenarnya Mayalah
yang ingin berkenalan, namun karena Maya malu, dia meminta Kiki dan
Ira untuk menemaninya.
Maya : “Hai, Aditya.”
Aditya : “Hai.”
Kiki : “Singkat banget, Dit. Oh,
iya, Adit, kami boleh duduk sini ?”
Aditya : “Nama guwe Aditya, bukan
Adit.”
Kiki : “Biar akrab dan mudah
diingat, Dit.”
Aditya : “Tapi nama guwe Aditya.”
Ira : “Ya ampun, cuma kurang ya gitu
aja sewot.”
Aditya : “Itu nama. Penuh arti.”
Tapi tiba-tiba Aditya mengeluarkan
sesuatu dari saku celananya. Sebuah bungkusan kecil berbungkus kertas
putih. Aditya menelannya. Maya curiga, apa itu.
Maya : “Kamu makan apa, Dit
?”
Aditya : “Obat.”
Aditya : “Obat.”
Maya : “Kamu sakit ?”
Aditya : “Bukan urusan lo! Sebenarnya, kalian mau apa !”
Aditya : “Bukan urusan lo! Sebenarnya, kalian mau apa !”
Ira : “Mau temenan sama kamulah,
Dit. Apalagi ?”
Aditya : “Teman ? Ga' salah ? Asal
kalian tahu saja, guwe ga' butuh apa itu yang namanya teman.
Apakah mereka ada di saat aku butuh ?? Mereka lari meninggalkan guwe
yang sakit ini ! Mereka pecundang.”
Maya : “Jadi kamu beneran sakit, Dit
?”
Aditya : “Kalau iya kenapa ?
Menyesal memohon-mohon berteman dengan guwe ?!”
Maya : “Asal kamu tahu juga, Dit.
Aku ga' pernah menyesal berteman dengan siapa-siapa. Dan aku
tahu penderitaanmu. Aku paham! Kamu jangan salah mengartikan teman.
Ga' semua teman begitu. Dan aku janji, jika aku bisa berteman
denganmu, aku akan selalu ada di saat kamu butuh, Dit. Kamu bisa
pegang janjiku.”
Kiki : “Aku juga mau, asal kamu ga'
blagu saja, Dit.”
Ira : “Aku juga deh.”
Aditya : “Dengar, lebih baik kalian
pergi saja. Kalian hanya mengganggu ketenangan guwe. Peduli apa
kalian. Kalian, kan baru kenal guwe.”
Kiki : “Kamu jadi orang keterlaluan
banget, ya, Dit. Kami datang ke sini baik-baik, dengan maksud
ingin menambah teman. Baru kali ini ada orang blagu kayak kamu.”
Aditya : “Siapa suruh ke sini.”
Maya : “Oke, Dit. Kami akan pergi.
Maaf mengganggu.”
Aditya : “Sana jauh-jauh.”
Maya, Kiki dan Ira pergi meninggalkan
Aditya. Maklum saja, Aditya trauma memiliki teman. Pasalnya
teman-temannya dulu selalu memanfaatkan kekayaan Aditya, tapi ketika
Aditya membutuhkan teman-temannya, mereka pergi. Aditya memiliki
penyakit jantung yang sewaktu-waktu bisa membunuhnya.
Kiki : “Ah, nyesel aku ngobrol sama
dia, May, Ra. Blagu gitu.”
Maya : “Jangan gitu. Itu artinya
kita dapat tantangan. Dulu-dulu, kan kita selalu berhasil
mendapatkan seorang teman dengan mudahnya. Nah, sekarang kita dapat
misi, nih.”
Ira : “Misi dari Tuhan, ya, May
??”
Maya : “Ya bisa dibilang gitu, Ra. Gimana, kalian masih mau, kan menjalankan misi ini? Mau ya... Pleaseee....”
Maya : “Ya bisa dibilang gitu, Ra. Gimana, kalian masih mau, kan menjalankan misi ini? Mau ya... Pleaseee....”
Kiki : “Kayaknya maksa banget, kamu.
Suka, ya sama Aditya si blagu itu ?”
Ira : “What !! Kamu suka sama
Aditya, May ?? Wach, baru kenal, lho, May. Kamu itu, ah.”
Maya : “Yeee, kalian apa-apaan, sih.
Aku cuma mau temenan doang.”
Kiki : “Hmmm, ya, deh. Aku mau, kok,
May.”
Ira : “Aku juga, May.”
Maya : “Ship. Gitu, dong.”
Maya : “Ship. Gitu, dong.”
Sedangkan Aditya juga malah
membayangkan Maya. Baru pertama kali ada cewek yang memaksanya
berteman dengannya. Padahal, Maya belum tahu apa-apa tentangnya.
Aditya : “Baru pertama kali, nemu
cewek yang maksa banget temenan. Siapa, ya, namanya. Tadi ga'
sempat kenalan. Tapi, males juga minta kenalan. Suatu hari nanti,
pasti guwe tahu namanya. Tapi apa dia benar-benar iklas
berteman dengan guwe? Dia belum tahu kalau guwe sakit.”
Satu bulan telah berlalu. Tapi Aditya
belum juga mau berteman dengan Maya. Hingga suatu ketika, guru
IPA-nya memberikan tugas kelompok dua orang, terpilihlah Aditya untuk
berkelompok dengan Maya.
Aditya : “Jadi apa yang harus kita
lakukan sekarang ?”
Maya : “Kita mencari definisinya. Oh iya, Dit, aku minta maaf sebelumnya, jika aku ingin tahu tentangmu. Kamu sakit, ya ?”
Maya : “Kita mencari definisinya. Oh iya, Dit, aku minta maaf sebelumnya, jika aku ingin tahu tentangmu. Kamu sakit, ya ?”
Aditya : “Kita, kan mau nyelesein
tugas. Bukannya ingin tahu tentangku.”
Maya : “Tapi, Dit...” ( belum
sempat menyelesaikan perkataannya ).
Aditya : “Suatu hari nanti lo juga
bakal tahu. Orangtua guwe saja ga' tahu.”
Maya : “Orangtuamu ga' tahu
?”
Aditya : “Iya. Mereka selalu pergi keluar kota. Biasa, bisnis. Makanya, jangan paksa guwe untuk memberitahukannya. Guwe pasti bilang, kok.”
Aditya : “Iya. Mereka selalu pergi keluar kota. Biasa, bisnis. Makanya, jangan paksa guwe untuk memberitahukannya. Guwe pasti bilang, kok.”
Maya : “Ya, baiklah. Tapi aku
kawatir, Dit. Kamu kadang-kadang pucat.”
Aditya : “Kawatir ?”
Maya : “Iya. Tapi, aku ga' tahu,
kenapa aku bisa kawatir padamu.”
Aditya : “Lo suka sama guwe, ya, May
?”
Maya : “Yeee, ga' lah. Jangan GR.”
Aditya : “Sebaiknya lo jangan pernah suka sama guwe. Guwe ga' mau lo menyesal di kemudian hari. Guwe tahu, lo bakal menyesal.”
Maya : “Yeee, ga' lah. Jangan GR.”
Aditya : “Sebaiknya lo jangan pernah suka sama guwe. Guwe ga' mau lo menyesal di kemudian hari. Guwe tahu, lo bakal menyesal.”
Maya : “Aku, kan pernah bilang, Dit.
Aku ga' pernah menyesal. Penyesalan hanya membuang- buang waktu
dan sangat merugikan diri sendiri.”
Aditya : “Jangan bijak bicara sama
guwe. Tapi intinya, jangan pernah suka sama guwe, ya.”
Maya : “Iya, Dit. Tapi jika kamu
butuh aku, hubungi aku saja, ya. Nih, nomor Hpku.”
Aditya : “Lhoh,,, Lo kok perhatian,
May ?”
Maya : “Iya, aku kan pengen jadi temanmu.”
Maya : “Iya, aku kan pengen jadi temanmu.”
Aditya : “Makasih nomor Hpnya, ya.
Mmmm... May, aku mau... mau kok jadi temenmu.”
Maya : “Ha ??!! Yang benar ?? Waaa,
makasih, ya, Dit.”
Tanpa sadar dan saking senangnya, Maya
langsung memeluk Aditya erat. Beberapa menit kemudian, Maya tersadar,
dan segera melepas pelukannya. Sedangkan Aditya kaget. Maya
benar-benar berbeda dengan cewek lain yang pernah dia temui. Dari
situlah, ada benih-benih cinta dalam hati Aditya. Mungkinkah dia
jatuh cinta kepada Maya, pikirnya begitu.
Bebrapa bulan kemudian, sudah 3 hari
Aditya tidak masuk sekolah. Maya mencaritahu, apa yang terjadi pada
Aditya. Di hubunginya nomor telvon Aditya tapi tidak aktif. Hingga
pada suatu hari, di bangku Maya ada sebuah kotak. Dibukanya, dan
bilihatnya ada boneka yang bisa berbicara jika dipencet tombolnya,
dan ada pula sepucuk surat. Ternyata itu dari Aditya. Maya membaca
surat itu, seakan-akan Aditya yang membacanya.
Aditya : “Maya, kini aku tahu, apa
arti teman itu. Makasih atas semuanya, ya, May. Aku belum
pernah bertemu cewek sepertimu, aku juga belum pernah merasa senang
setelah kamu peluk. Rasanya hangat dan nyaman. Jika aku masih
bisa bertemu denganmu lagi, aku yang akan memelukmu.
Sejujurnya, aku mulai suka padamu, May setelah kejadian itu.
Tapi, aku juga ga' mau kamu menyesal. Aku sakit, dan ga' akan bisa
membahagiakanmu. Oh iya, itu ada kenang-kenangan dariku.
Karena aku tahu, aku ga' akan bisa memberikan lebih dari itu.
Ga' seberapa berharganya mungkin, dibandingkan semua
pengorbananmu kepadaku. Ingatlah aku selalu, May. Sekali lagi
makasih, ya.”
Maya : ( menangis ) “Aditya...
Aditya !!!!”
Seisi kelas kaget mendengar teriakan
Maya yang memanggil Aditya. Kiki yang sedang asik facebookan pun
bertanya-tanya.
Kiki : “Maya, kamu kenapa
??”
Maya : “Aditya, Ki. Aditya...”
Maya : “Aditya, Ki. Aditya...”
Kiki : “Dia kenapa, May ??
Maya : “Ki, ayo ke rumah sakit.”
Kiki : “Hey, bel masuk sudah mau
bunyi.”
Maya : “Aku mau ijin, Ki.”
Maya pergi ke ruang BP untuk ijin. Dan
akhirnya guru BP mengijinkannya. Kiki juga mengikuti Maya, sedangkan
Ira dia tidak ikut.
Tiba di rumah sakit. Dicarinya ruangan
Aditya, tapi tak ketemu juga. Hingga Kiki melihat kedua orangtuanya,
lalu Maya dan Kiki menghampirinya. Di sana juga ada orangtua Aditnya.
Kiki : “Siapa yang sakit, Ma, Pa
?”
Mama : “Aditya, Ki. Teman sekelasmu yang baru pindah itu.”
Mama : “Aditya, Ki. Teman sekelasmu yang baru pindah itu.”
Maya : “Aditya, Tante ??”
Mama : “Iya, May. Daritadi dia
memanggil-manggil namamu.”
Dokter : “Lebih baik yang bernama
Maya masuk ke dalam.”
Maya : “Baik, Dok.” ( Maya masuk
ke dalam ) “Aditya....”
Aditya : “Maya ? Kamu sudah baca
suratku ?”
Maya : “Iya. Aku sudah baca
semuanya, Dit. Dan perlu kamu tahu, aku sama sekali ga' pernah
menyesal telah mengenalmu. Percayalah padaku, Dit. Aku suka sama
kamu. Aku ingin kamu bertahan melawan sakitmu. Aku ingin kamu
sembuh. Aku ingin kamu tetap hidup dan menikmati hari-hari yang
indah ini bersamaku.” ( menangis ).
Aditya : “Tapi aku harus segera
pergi, May. Hari-hari yang indah telah aku alami selama aku
berkenalan denganmu. Terimakasih, May. Aku harus pergi. Maya, aku...
aku.... suka padamu.”
Ketika itu pula, Aditya meninggal.
Semua orang yang ada di situ pun menangis.
Maya : “Aku ga' pernah menyesal
telah mengenalmu, Dit !!!!!”
Satu bulan telah berlalu. Boneka
pemberian Aditya pun diberi nama sesuai dengan nama si pemberi.
Karena dia ingat satu kata yang pernah diucap Aditya, “nama itu
penuh arti.”
Tidak ada komentar:
Posting Komentar